Muhammad Rizky
Sastra Asia Barat
FIB UGM
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya penjatkan kehadirat Alloh SWT,
yang atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ Sistem Kemasyarakatan Mesir di Masa Hosni Mubarok”
Laporan
makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Kebudayaan Arab di Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gajah Mada semester genap.
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang
bagaimana sistem kemasyarakatan di mesir pada masa Hosni mubarok dalam
membangun sistem pemerintahan yang sangat tidak harmonis antara masyarakat dengan penguasa hingga akhirnya
revolusipun bangkit untuk mengubah
tatanan pemerintahan sesuai keinginan masyarakat mesir pada masa itu.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan
ucapan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
penelitian ini, khususnya kepada dosen pengajara mata kuliah Kebudayaan Arab Dr.Fadlil
Munawwar Manshur,M.A
Serta
kerabat-kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang saya banggakan. Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang
telah diberikan kepada saya. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan juga jika ada yang kurang bagus saya sangat menerima keritik demi
kemajuan saya.
PERMASALAHAN
Tidak banyak
orang mengenal Mubarak ketika dia menjabat wakil presiden sebelum pembunuhan
atas Presiden Anwar Sadat tahun 1981. Ketika dia menggantikan Anwar Sadat
sebagai presiden, tidak banyak juga orang yang mengira dia bisa bertahan dalam
jabatan itu selama lebih dari tiga dasawarsa. Husni Mubarak memerintah dengan
gaya mirip militer. Sejak pertama kali menjabat presiden sampai sekarang,
Mubarak masih memberlakukan undang-undang darurat. Pemerintah memiliki wewenang
besar untuk menahan siapapun dan membatasi kebebasan-kebebasan mendasar.
Demokrasi pada masa kekuasaan Hosni Mubarak tidak mendapat tempat. Masyarakat
Mesir tidak ada yang berani menyampaikan perbedaan pendapat. Diskusi mulai
dilakukan di jejaring sosial, termasuk diskusi untuk membuat gerakan tanggal 25
Januari lalu, yang menjadi awal gerakan turun ke jalan menyerukan agar Mubarak
turun. Di laman jejaring sosial, mereka tak lagi merasa takut menyuarakan
pendapat, termasuk menyusun gerakan.
Ada
tiga skenario yang bisa diambil militer Mesir :
1.
Pertama, militer mengambil alih kekuasaan langsung yang sekarang
secara de facto sudah berada di tangan mereka.
2.
Kedua, militer meminta Mubarak mundur untuk membuka jalan ke arah
demokrasi di Mesir dan menyerahkan
kekuasaan kepada pemerintahan transisi sipil, seperti yang terjadi di Tunisia
saat ini.
3.
Ketiga, militer mempertahankan rezim Mubarak dengan transaksi
politik tertentu seperti Mubarak harus membuka keran demokrasi dan memenuhi
tuntutan rakyat, seperti reformasi sosial dan ekonomi untuk mengatasi pengangguran
dan kemiskinan. Mubarak juga diminta tidak mencalonkan lagi dalam pemilu
presiden di Mesir pada September tahun ini. Mubarak juga diminta tidak
mewariskan kekuasaan kepada putranya, Gamal Mubarak.
PEMBAHASAN
Mesir
menganut Sistem Pemerintahan Republik sejak 18 Juni 1953 dengan seorang
presiden sebagai kepala negara yang digulingkan beberapa waktu lalu yaitu
Mohammed Hosni Mubarak dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan yang
saat ini dijabat oleh Essam Sharaf. Dalam sistem perpolitikan tidak terlepas
dari peran masyarakat dan rakyat sebagai check and balance agar terwujud good
government. Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial
multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan
perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang
selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal. Mesir juga mengadakan
pemilu parlemen multipartai. Seperti layaknya pemerintahan pada umumnya yaitu
kepala negara dibantu oleh para menteri-menteri untuk membantu tugas presiden
dalam melayani dan mengabdi kepada rakyat. Mubarak ditunjuk sebagai wakil
presiden setelah pangkatnya naik di jajaran Angkatan Udara Mesir. Kemudian, ia
menjadi presiden untuk menggantikan presiden Anwar Al Sadat yang terbunuh pada
6 Oktober 1981 oleh kelompok Islam “radikal”. Ia merupakan Presiden Mesir
kelima untuk masa jabatan lebih dari 30 tahun sejak menjabat pada tahun 1981.
Sebagai Presiden Mesir, ia dianggap sebagai pemimpin yang paling berkuasa di
wilayahnya.
Muhammad
Husni Sayid Mubarak dilahirkan tahun 1928 di desa kecil di provinsi Menofya
dekat Kairo. Saat masih belajar di perguruan tinggi, ia bergabung dengan
Akademi Militer, Presiden Mubarak memiliki kuasa yang luas atas Mesir. Bahkan,
dia dianggap banyak orang sebagai seorang diktator, meskipun moderat. Ia
dikenal karena posisinya yang netral dalam Konflik Israel-Palestina dan sering
terlibat dalam negosiasi antar kedua pihak. Bagi kalangan Islami baik yang
moderat maupun yang radikal, Mubarak tidak lebih merupakan sosok yang mirip
dengan Anwar Saddat yang tewas terbunuh. Meski dinilai cukup moderat, namun
banyak kebijakan-kebijakan era pemerintahannya justru menekan Islam yang
merupakan dasar negara resmi Mesir.
Meski
gerakan Salafi Mesir bisa dikatakan non politis bahkan sempat dikabarkan salah
seorang ulama mereka mewajibkan “bai’at” terhadap kepemimpinan Mubarak hingga
mengeluarkan fatwa hukuman mati terhadap orang yang berani menentang Mubarak,
dan ini menimpa tokoh oposisi Elbaradei yang menyerukan unjuk rasa massal
menentang rezim Mubarak. Namun bagi Mubarak hal tersebut tidak berlaku. Saking
kejamnya polisi Mesir dan intelijennya, mahasiswa Al-Azhar di Kairo sampai
takut untuk menuliskan nama mereka atau organisasi mereka jika menulis artikel
tentang “Mesir” di situs eramuslim. Mungkin mereka lebih tahu bagaimana
perilaku aparat keamanan Mesir, hal ini terbukti dengan kasus penyiksaan
beberapa mahasiswa Indonesia yang ada di Kairo oleh polisi Mesir. Penangkapan
para mahasiswa tersebut salah satu alasannya, karena salah seorang mahasiswa
menempel poster Hamas dan Syaikh Ahmad Yassin di kamar mereka.
Pada
tanggal 7 September 2005 yang lalu, Mesir menyelenggarakan pemilu presiden
secara langsung dengan sistem multikandidat untuk pertama kalinya. Setelah
sebelumnya, pemilihan presiden berasal dari calon tunggal dan melalui
referendum. Tentu saja, kandidat terkuat tetap dipegang oleh presiden Mesir
yang lalu, Hosni Mubarak dari Partai Nasional Demokrasi. Meskipun ada dua
kandidat lain dari kelompok oposisi yang cukup dikenal, yaitu Noaman Gomaa dari
Partai Wafd dan Ayman Nour dari Partai Ghad tidak memberikan perlawanan yang
cukup. Pada tanggal 9 September 2005 Ketua Pemilu Mesir mengumumkan hasil akhir
penghitungan suara yang menunjukkan kemenangan mutlak Hosni Mubarak dengan
jumlah 6.316.786 suara (88,6%) dari 7.305.063 suara yang masuk, Ayman Nour
memperoleh 540.405 suara (7,6%), dan Noaman Gomaa memperoleh 208.891 suara
(2,9%).
Tuduhan-tuduhan
kecurangan pun dilayangkan dalam pemilu kali ini, terutama kepada kubu Hosni
Mubarak. Para pemantau lokal dan partai-partai oposisi melaporkan terjadi
penekanan-penekanan dan intimidasi dari Partai Demokrasi Nasional di
seluruh TPS-TPS di Mesir. Selain itu, Partai Nasional Demokrat yang
merupakan partai dari Hosni Mubarak, juga menjanjikan makanan dan uang kepada
warga miskin jika mencoblos Hosni Mubarak. Dalam pemilu kali ini pun Mesir
menolak mengizinkan pengamat internasional memantau pemilihan ini dan baru
mengizinkan para pemantau lokal masuk TPS dua jam sebelum pemilihan dimulai.
Dari hal diatas jelas terlihat bahwa terdapat kejanggalan-kejanggalan yang
cenderung menunjukkan kepada kecurangan.
Pada
awal dari karier panjang Mubarak sebagai penguasa Mesir. Pada awal 2000-an,
Mubarak mulai mewacanakan rencana untuk mundur dan menunjuk sang anak, Gamal
Mubarak, sebagai sang suksesor. Penolakan pun langsung muncul dari seantero
Mesir, seperti yang terjadi di Kefaya tahun 2005. Di tahun yang sama, Parlemen
Mesir yang mayoritas dihuni pendukung Mubarak, merevisi aturan pemilu presiden
yang memungkinkan terjadinya kontestasi dalam menduduki tampuk kekuasaan Mesir.
Ketatnya
syarat pencalonan presiden yang dapat mengakibatkan terganjalnya calon dari
oposisi, pemilu demi pemilu digelar tapi Mubarak tetap jadi pemenangnya. Partai
Nasional Demokratik (NDP) yang menjadi pendukung utamanya selalu mengendalikan
parlemen, kemenangan mayoritas NDP ini mencuatkan kecurigaan kalangan oposisi
adanya kecurangan yang dilakukan pemerintah. Pascapemilu 2010, gerakan massa
oposisi mulai mendengungkan ide perubahan, gerakan bawah tanah yang berlangsung
di sejumlah universitas dan komunitas masyarakat ini, mencapai puncaknya pada
Januari 2011 di Lapangan Tahrir. Akhirnya, setelah sekitar dua juta demonstran
di Lapangan Tahrir mengancam akan menjatuhkan presiden secara paksa, itulah yang kini menggerakkan para pemuda
Mesir tanpa dipandu seorang tokoh, atau kekuatan politik tertentu dengan segala
latar belakang ideologinya, Mereka mengusung isu yang sama, yaitu kemiskinan,
pengangguran, kehilangan harapan masa depan, ketertutupan politik, tiadanya
kebebasan, dan manipulasi pemilu. Kondisi
buruk semacam itulah yang kini ditemui generasi baru di dunia Arab, termasuk
Mesir. Maka, tidak heran bila mereka yang turun ke jalan adalah para pemuda
berusia 17 tahunan hingga 30 tahun. Di
Mesir, para pemuda itu sejak lahir hingga remaja hanya mengenal Hosni Mubarak
sebagai presiden. Korban terbesar akibat kondisi ekonomi dan politik yang buruk
itu adalah para pemuda atau generasi muda yang tumbuh berkembang di era
internet ini. Mereka menjadi putus asa dan kehilangan harapan masa depan. Teknologi
internet dengan sistem jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, membuat
para pemuda segera mengetahui dan menyadari kondisi sulit yang dialami.
Sekitar 40 persen dari 80 juta jiwa penduduk
Mesir disinyalir hanya berpendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari.
Terinspirasi ”Revolusi Tunisia”, para pemuda Mesir kini tidak takut lagi
terhadap sikap represif aparat keamanan yang biasa mereka temui sebelum ini.
dan kemudian berlanjut pada intifadah besar, para pemuda Mesir berhasil
memenangi pertarungan dengan aparat keamanan. Di beberapa tempat di kota Kairo,
aparat keamanan terpaksa mundur menghadapi ratusan ribu pemuda. Bahkan, di kota
Alexandria, polisi dan aparat keamanan lari tunggang langgang, gentar
menghadapi massa yang berjumlah 500.000 orang yang sebagian besar para pemuda.
Sehingga
Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut Presiden yang sekarang Berkuasa
Hosni Mubarak untuk meletakan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstrasi
besar-besaran menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur, akhirnya pada tanggal 11
Februari 2011 Hosni Mubarak resmi mengundurkan diri. Pengunduran diri Hosni
Mubarak ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia
Internasional.
Pada
intinya sama dengan Indonesia yaitu ada kepala negara, namun di Mesir juga ada
perdana menteri tapi kebijakan lebih banyak dilakukan oleh kepala negara
ketimbang perdana menteri, yang memiliki kekuasaan penuh adalah presiden.
Pemilihan presiden yang baru saja di laksanakan adalah bentuk dari demokrasi yang
sudah diterapkan di Mesir setelah pemimpin otoriter yang penuh dengan
kejahatan-kejahatan politik terhadap lawan politiknya seperti penculikan,
pencengkraman, ketidak bebasan dan lain lain. Hal ini sebagai pemicu marahnya
rakyat Mesir, belum lagi masalah ekonomi yang melanda Mesir dalam waktu yang
lama dalam kepemimpinan Hosni Mubarak yang dalam kepemimpinanya ternyata tidak
mampu menyelesaikan hal yang bersifat sederhana seperti kesejahteraan sosial
dan ekonomi.
Perubahan
sosial, politik dan ekonomi di Mesir begitu cepat, dilihat dari cara pandang
masyarakat Mesir secara umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dari segi
kesadaran berpolitik rakyat Mesir yang saat ini mulai tergugah kembali. Kedua,
corak sosial masyakat mulai terjadi perubahan. Hal ini sebuah pengaruh dari
terjadinya revolusi 25 Januari yang lalu. Tidak hanya pada masalah sistem
negara, perbincangan masyakat juga mengarah pada faktor ekonomi, 80,4 % yakin
bahwa ekonomi Mesir akan membaik. Sebaliknya, 6,3 % menyatakan, sektor
perekonomian dalam aliran pendapatan dan pengeluaran di Mesir akan memburuk.
Selebihnya, 13,3 % memprediksikan ekonomi Mesir akan stagnan.
KESIMPULAN
Kesimpulannya Muhammad Husni Sayid Mubarak selama ia berkuasa, masyarakat yang tidak begitu puas dengan
kepemimpinan Mubarak, karena membatasi
hak mereka dan juga karna rakus akan jabatan dan
kekuasaan sama seperti president kita pak soeharto. Oleh karena itu, kasus yang
terjadi di Mesir, kudeta yang dilakukan oleh rezim militer terhadap Hosni
Mubarak, sebab di dalam rezim otoriter pergantian pimpinan pada rezim ini lebih
mungkin terjadi melalui kudeta. Salah satu kesalahan Hosni Mubarak, yaitu hanya
membangun dan memperkuat militer untuk mempertahankan kekuasaannya, tanpa
kemudian membangun sistem partai. tapi disisi lain banyak juga masyarakat Mesir sudah banyak mengalami
perubahan, baik dalam segi militer dan juga ekonomi
REFERENSI