Pages

Minggu, 17 Juni 2012


KESUSASTRAAN ARAB DAN PERIODERISASINYA


Semua bangsa yang ada didunia, mutlak menjadi ketetapan kodrat, bahwa setiap bangsa atau umat mempunyai  kelebihan masing-masing. Bisa jadi kelebihan suatu bangsa atau kaum  tidak  dimiliki oleh bangsa lain.
Dalam perkembangan sejarah umat manusia telah disebutkan bahwa bangsa Yunani kuno, bangsa India, Tiongkok, Mesir kuno dan bangsa Arab telah mempunyai peradaban tinggi sebelum bangsa Eropa  maju.
Kemudian bagaimana dengan peradaban bangsa Arab dimasa lalu yang menjelma dengan sangat tinggi, tatkala khalifah Al- Mansur dari dinasti Abasiah berkuasa dan meraih puncak keemasan secara gemilang dalam bidang ilmu pengetahuan, hal ini tidak terlepas dari  perhatian usaha dan kecintaan bangsa Arab terhadap bahasnya, atau dapat dikatakan sebagai akumulasi dari hasil usaha mereka dalam melestarikan bahasa Arab jauh sebelum peradaban itu menjelma.
Bahasa Arab pada zaman Jahiliyah ada dua bentuk prosa dan syair. Prosa berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi kedudukannya tidak lebih tinggi dari syair, sehingga prosa ini kurang mendapat tempat dihati orang-orang Arab, anggapan mereka bahwa prosa tidak mengandung unsure keindahan dan seni dalam mengungkapkan apa yang hendak mereka ungkapkan. Lain lagi halnya dengan syair, bangsa Arab mempunyai ketajaman dalam menilai bahasa, keindahan dalan berucap  yang senantiasa disatukan dengan perasaan yang sangat halus yang merela miliki, sehingga mereka mampu berimajinasi dengan sangat tinggi. Faktor inilah yang menjadi modal dasar bangsa Arab untuk menggugah syair yang indah dengan berbagai tujuannya sesuai dengan apa yang sedang bergejolak dalam jiwanya. Karna menurut pandangan bangsa Arab syair merupakan puncak keindahan dalam sastra mereka dibanding dengan hasil sastra lainnya.
Syair –syair yang mereka lantunkan dapat memukau dan mempengaruhi jiwa sipendengarnya, sehingga sudah menjadi tradisi dan kebiasaan orang Arab untuk selalu menghafalkan apa yang telah mereka dengar sampai benar-benar hafal.  Kemudian syair-syair itu diajarkan kepada anak cucunya atau kerabat dalam kabilah itu  sehingga sampai kepada beberapa generasi berikutnya. Peran dan fungsi bahasa pada zaman Jahiliyah sangatlah sederhana seirama dengan kesederhanaan letak geografisnya, ketandusan wilayahnya yang menyebabkan mereka tidak dapat bertani, dan jalannya perdagangan sangat sulit dan rumit  akibat daerah yang satu dengan yang lainnya sangat berjauhan,  dan juga peperangan antar suku kerap terjadi. Hal seperti inilan membuat bahasa mereka sangat sederhana.
Bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi tetapi bahasa berfungsi  untuk menggambarkan dan menceriterakan seluruh yang menjadi perjalanan  kehidupan mereka, dan ini semua mereka komunikasikan  melalui syair-syairnya.
Berikut ini tujuan-tujuan syair pada masa Jahiliyah
 1.   Tasybib adalah syair yang menceriterakan dan menggambarkan cumbu rayau, wanita dan kecantikannya, kekasihnya, tempat tinggalnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan percintaannya.
 2.   Washfu adalah syair yang menceriterakan tentang  gambaran alam yang indah, kejadian-kejadian yang menarik yang singgah pada mereka, sifat-sifat yang baik pada seseorang, serta mensifati jalannya peperangan,
 3. Ratsa adalah syair yang digungkan untuk  mengenang jasa-jasa seseorang yang telah meninggal.
4.   Fakhr adalah syair yang digunakan untuk berbangga-banggaan tentang kelebihan dan keunggulan  yang mereka miliki dari suatu kaum, misalnya tentang keberaniannya dan kemenangan yang mereka peroleh dari suatu even
5.   Madch adalah syair yang digunakan untuk memuji seseorang dengan segala sifat baiknya, karekteristiknya dan kebesaran yang mereka miliki, seperti keadilannya, kedermawanannya, ketinggian budi pekertinya, keberanian dalam sikap yang positif, dan sifat-sifat  baik mereka dalam menerima tamu.
6.   I ’tidzar adalah syair yang digunakan dalam mengungkapkan rasa penyesalannya dan permohonan maaf akibat kesalahan dan kekeliruannya yang telah mereka perbuat
7.   Hijaa adalah syair yang digunakan untuk mencaci menjelek-jelekan lawan tentang keburukan dan kekurangannya musuh.
Ilmu Arudh adalah suatu ilmu yang menjadi barometer dalam menilai baik atau tidaknya suatu gubahan syair yang ditimbang melalui metoda arudh, apabila syair mereka   itu sesuai dengan ilmu tersebut maka  syair itu akan menjadi terkenal,  masyhur dan mendapat perhatian dan penghormatan yang sangat luar biasa seperti  syair itu dipertandingkan , dilombakan di pasar Ukaz dan Pasar Majannah  dan puncak penghormatan yang paling tinngi  dengan di gantungkan pada dinding Ka’bah yang bertintakan emas..

























Mengenal Sastra Arab

ImageIstilah adab saat ini banyak digunakan dengan makna sastra, seperti istilah كلية الأدب ( Fakultas Sastra ), تاريخ الأدب العربي (Sejarah Kesusastraan Arab), النقد الأدبي ( Kritik Sastra ), dan الأدب المقارن (Sastra Perbandingan). Adab merupakan suatu bentuk ekspresi kehidupan melalui sarana bahasa. Karena itu, mempelajari adab juga erat hubungannya dengan mempelajari kebudayaan dan lingkungan yang melingkupinya. Adab juga bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk seni, sebagaimana seni musik atau seni rupa, hanya saja ia menggunakan bahasa sebagai sarananya.
Sejarah kesusastraan Arab terdiri dari beberapa periode, yaitu zaman jahiliyyah (pra-Islam), zaman permulaan Islam, zaman Bani Umayyah, zaman Bani Abbasiyah (berakhir bersamaan dengan keruntuhan Baghdad akibat serangan Mongol), zaman pertengahan / zaman kemunduran, dan zaman modern (sejak abad ke-13 H).
Apa saja yang ada dalam adab?
Secara garis besar, karya adab dibedakan atas dua genre ( النوع ), yaitu puisi (الشعر) dan prosa ( النثر ). Secara kategoris, puisi bisa dibedakan atas puisi perasaan (الشعر الغنائي أوالوجداني ), puisi cerita (الشعر القصصي أو الملحمي), puisi perumpamaan (الشعر التمثيلي ), dan puisi pengajaran ( الشعر التعليمي ). Prosa bisa dibedakan atas prosa tertulis dan prosa tak tertulis.
Prosa tertulis meliputi prosa naratif (القصة) dan prosa non naratif (المقال). Prosa naratif meliputi biografi (الرواية), kisah (القصة) , cerita pendek (الأقصوصة = القصة القصيرة), dan novel. Adapun prosa non naratif bisa dibedakan atas prosa subyektif (argumentasi/persuasi) (المقال الذاتي) dan prosa obyektif (deskripsi/eksposisi) (المقال الموضوعي). Prosa tak tertulis meliputi pidato (الخطابة), ceramah (baik ceramah audiovisual (المحاضرة) maupun ceramah auditorial (الحديث الاذاعي), dan drama (المسرحية). Drama sendiri dibedakan atas drama komedi (الملهاة) dan drama nonkomedi (المأساة). Diantara berbagai genre adab diatas, novel dan drama merupakan genre yang tidak asli Arab, akan tetapi datang dari Eropa.
Perkembangan adab dari masa ke masa
Pada zaman jahiliyah, genre adab yang paling dominan ialah puisi. Saat itu puisi yang paling populer ialah المعلقات (Puisi-puisi Yang Tergantung). Disebut demikian karena puisi-puisi tersebut digantungkan di dinding Ka’bah. Dinding Ka’bah kala itu kurang lebih juga berfungsi sebagai “majalah dinding”. Penyair yang paling terkenal pada masa jahiliyyah ialah Imru’ul Qais. Disamping itu tercatat pula nama-nama seperti Al-A’syaa, Al-Khansa, dan Nabighah Adz-Dzibyani.
Berdasarkan temanya, puisi zaman jahiliyah dibedakan atas الفخر (membangga-banggakan diri atau suku), الحماسة (kepahlawanan), المدح (puji-pujian), الرثاء (rasa putus asa, penyesalan, dan kesedihan),الهجاء (kebencian dan olok-olok), الوصف (tentang keadaan alam), الغزل (tentang wanita), الاعتذار (permintaan maaf).
Setelah Islam datang, tidak berarti bahwa puisi-puisi menjadi dilarang. Islam datang untuk memelihara yang sudah baik, memperbaiki yang kurang baik, menghilangkan yang buruk-buruk saja, dan melengkapi yang masih lowong. Tentang puisi, Nabi bersabda,”إن من الشعر حكمة (Sesungguhnya diantara puisi itu terdapat hikmah)”. Ketika Hasan ibn Tsabit (شاعر الإسلام ) mengajak untuk mencemooh musuh - musuh Islam, Nabi berkata, ”هجاهم و جبريل معك (Cemoohlah mereka, Jibril bersamamu)”. Nabi pernah memuji puisi Umayyah ibn Abu Shalti, seorang penyair jahiliyah yang menjauhi khamr dan berhala. Nabi juga pernah memuji puisi Al-Khansa, seorang wanita penyair zaman jahiliyyah. Bahkan, Nabi pernah menghadiahkan burdah (gamis)-nya kepada Ka’ab ibn Zuhair saat Ka’ab membacakan qasidahnya yang berjudul بنات سعاد . Karena itu, muncullah apa yang disebut dengan Qasidah Burdah. Di masa permulaan Islam ini, berkembang pula genre pidato dan surat korespondensi. Surat-surat pada mulanya dibuat oleh Nabi untuk menyeru raja-raja di sekitar Arab agar masuk Islam.
Pada masa Bani Umayyah, muncul tema-tema politik dan polemiknya sebagai dampak dari ramainya pergelutan politik dan aliran keagamaan. Namun, pada masa ini Islam juga mencapai prestasi pembebasan (القتوح) yang luar biasa, sehingga banyak memunculkan شعر الفتوح و الدعوة الإسلامية (Puisi Pembebasan dan Dakwah Islam). Para penyair yang terkenal pada masa ini antara lain Dzur Rimah, Farazdaq, Jarir, Akhtal, dan Qais ibn Al-Mulawwih (terkenal dengan sebutan Majnun Laila).
Pada zaman Bani Abbasiyah, surat menyurat menjadi semakin penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pemerintahan yang semakin kompleks. Dalam genre prosa, muncul prosa pembaruan (النثر التجديدي) yang ditokohi oleh Abdullah ibn Muqaffa dan juga prosa lirik yang ditokohi oleh antara lain Al-Jahizh. Salah satu prosa terkenal dari masa ini ialah Kisah Seribu Satu Malam (ألف ليلة و ليلة). Dalam dunia puisi juga muncul puisi pembaruan yang ditokohi oleh antara lain Abu Nuwas dan Abul Atahiyah.
Masa Bani Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Sastra Arab. Karena Islam juga eksis di Andalusia (Spanyol), maka tidak ayal lagi kesusastraan Arab juga berkembang disana. Pada zaman Harun Al-Rasyid, berdiri Biro Penerjemahan Darul Hikmah. Namun hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa pada masa ini banyak terjadi kekeliruan berbahasa di tengah masyarakat akibat pergumulan yang kuat bangsa Arab dengan bangsa ajam (non Arab).
Setelah melewati Masa Keemasan, kesusastraan Arab kemudian memasuki masa kemunduran, yang sering juga disebut sebagai zaman pertengahan, zaman Mamluk, atau zaman Turki. Secara umum kemunduran ini disebabkan oleh mulai timbulnya instabilitas politik. Bahasa Arab saat itu bahkan bisa dikatakan telah hancur dihadapan bahasa resmi, Turki. Meski namanya zaman kemunduran, namun tidak sedikit para sastrawan ternama muncul pada masa ini.
Menjelang zaman modern, sastra Arab mulai dihadapkan dengan sastra Barat. Dalam hal ini, terdapat dua aliran utama. Pertama, aliran konservatif (المحافظون), yakni mereka yang masih memegang kaidah puisi Arab secara kuat. Mereka itu antara lain Mahmud Al-Barudi dan Ahmad Syauqi. Yang terakhir disebut ini sering dikenal dengan sebutan أمير الشعراء (Pangeran Para Penyair) dan Poet of Court (Penyair Istana). Disamping itu terdapat pula Hafizh Ibrahim yang dikenal dengan sebutan Poet of People (Penyair Rakyat). Aliran yang kedua ialah aliran modernis (المجددون), yakni mereka yang ingin lepas dari kaidah dan gaya tradisional serta sangat terpengaruh oleh sastra Barat.
Memasuki zaman modern, perseteruan antara sastra Arab dan sastra Barat semakin menjadi-jadi. Dalam dunia puisi, terdapat dua aliran utama, yakni konservatif dan modernis. Di kubu konservatif terdapat Mushthafa Shadiq Al- Rafi’i, Mahmud Abbas Al-Aqqad dan kawan-kawan. Sementara di kubu modernis terdapat Ahmad Amin, Muhammad Husain Haikal, Taha Husain, dan kawan-kawan. Dalam dunia puisi juga terdapat aliran konservatif dan modernis. Aliran modernis memperkenalkan puisi bebas (puisi tanpa sajak). Beberapa sastrawan aliran Romantik pada tahun 1930-an telah mendirikan kelompok penyair bernama Kelompok Apollo. Satu perkembangan unik puisi di masa ini ialah munculnya شعر المقاومة (Puisi Perlawanan) yaitu puisi yang menggelorakan perlawanan Islam dan Arab melawan Zionis Israel.
Kesusastraan Arab tidak hanya telah diramaikan oleh umat Islam. Beberapa sastrawan nonmuslim, meskipun tidak banyak, telah diakui (minimal oleh dunia Barat) sebagai bagian dari komunitas sastra Arab. Diantara mereka terdapat Khalil Jibran (Kahlil Gibran), dengan karya terkenalnya الأجنحة المتكسرة (Sayap-sayap Patah) dan الأرواح المتمردة (Jiwa-jiwa Pemberontak).
































Sejarah Sastra Arab

REP | 08 June 2011 | 15:18 211 0 Nihil

Sastra merupakan segala aktivitas manusia atau prilakunya, baik yang berbentuk verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Aktifitas itu berupa fakta manusia yang melahirkan aktivitas social tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi cultural seperti filsafat, seni rupa, seni gerak, seni patung, seni music, seni sastra dan yang lainnya. Setiap kita hidup dan beraktivitas, kita tidak sadar bahwa sebenarnya dunia sastra sangat berkaitan erat dengan kita semua. Teuw pernah berpendapat bahwa sastra berada dalam urutan keempat setelah agama, filsafat, ilmu pengetahuan, sebagai disiplin ilmu ia menempati posisi keempat karena menurut hemat penulis ke empat bidang tersebut saling bertransformasi dan merugulasi diri (self regulating) bidang mereka masing masing. Pengaruhnya jelas terasa hingga saat ini dan bangsa Arab menyebutnya miratul haya sebagai cerminan kehidupan mereka, bukan hanya itu dengan bersastra ia akan mengetahui rekaman sejarah kehidupan mereka pada masa lalu.
Pada masa jahili (pra islam) sudah ada dan terdapat tradisi keilmuaan yang tinggi yakni bersyair dan penyair yang terkenal pada masa itu disebut dengan penyair mualaqat. Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka’bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka’bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap bangsa Arab secara kaffah dan turun temurun. Karena bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka’bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding Ka’bah ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.
Kendati pada masa ini disebut masa jahili (pra islam), tetapi mereka mempunyai kebudayaan tinggi. Bersyair merupakan sebuah karya yang sangat orisinil bangsa Arab pada masa itu menjadi sumber hukum yang pertama. Baru setelah datangnya masa Islam semua itu berobah total. Islam sebagai rahmatan lil alamin dengan quran dan hadis sebagai sumber hukumnya, menyeru kepada kebaikan, menghormati sesama jenis, saling mencintai dan saling mengenal, yang bertitik beratkan kepada aspek moral yakni makarimal akhlak. Dari masa Rasuluah, Khufahurasidin, sampai keruntuhan Abasiah akibat ekspedisi Hulagukhan dengan berimbas berdirinya kerajaan mamluk di Turki (Konstantinopel) sastra Arab masih tetap bertahan kendati mengalami pasang surut pada dinasti keruntuhan Abasiah dan mamluk.
Setelah hampir lima abad berada dalam masa surut bahkan keterpurukan di berbagai bidang, maka pada akhir abad ke-18 M bangsa Arab mulai memasuki fase sejarah “kesadaran dan kebangkitan.” Kesadaran ini semakin mendapat energinya setelah mereka bersentuhan dengan kebudayaan Barat melalui ekspedisi Napoleon Bonaparte ke Mesir pada tahun 1798. Kesadaran dan tambahan energi itu lantas diimplementasikan di masa Muhammad Ali dengan cara mengirimkan banyak sarjana ke Barat. Penerjemahan berbagai karya asing Barat, baik tentang kesusastraan atau ilmu pengetahuan lainnya digalakkan dengan motor Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy (1801-1873 M). Banyak percetakan dan penerbitan majalah atau surat kabar muncul. Dalam kondisi penuh semangat pembaharuan ini, kesusastraan Arab merangkak bangkit. Era baru kesusastraan modern pun dimulai.Baru pada masa modern ini sastra Arab mulai berkembang karena girah dan kesadaran akan pentingnya khazanah peradaban yang di pelopori oleh Al-Barudi, Khalil Mutaran Ahmad Syauki dkk. Pada masa ini sudah terjadi transformasi intelektual dengan berpuncak pada revolusi Mesir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

handapeunpost