Pages

Selasa, 12 Juni 2012

Penyair Arab Zaman Jahiliyah



Sebenarnya dikalangan Bangsa Arab Jahiliyah banyak terdapat penyair kenamaan, mempunyai reputasi dan pengaruh tinggi. Namun dari sekian banyak yang paling terkenal akan keindahan syairaanya hanya ada tujuh sampai sepuluh orang saja, sebab dari sebagian hasil karya mereka masih utuh dan terjaga hingga sekarang. Pada masa Tabrizy ada sepuluh jumlah penyair muallaqat yakni: Umrul Qais, Nabighah, Zuhair, Tarfah, Antarah, Labid, Amru ibn Kulsum, Al-Haris ibn Hilza dan Abidul Abros.

Seluruh hasil karya dari kesepuluh orang penyair itu semunya dianggap hasil karya syair yang terbaik dari karya syair yang pernah dihasilkan oleh Bangsa Arab. Hasil syair karya mereka terkenal dengan sebutan Muallaqat. Dinamakan muallaqat (kalung perhiasan) karena indahnya puisi-puisi tersebut menyerupai perhiasan yang dikalungkan oleh seorang wanita. Sedangkan secara umum muallaqat mempunyai arti yang tergantung, sebab hasil karya syair yang paling indah dimasa itu, pasti digantungkan di sisi Ka'bah sebagai penghormatan bagi penyair atas hasil karyanya. Dan dari dinding Ka'bah inilah nantinya masyarakat umum akan mengetahuinya secara meluas, hingga nama penyair itu akan dikenal oleh segenap Bangsa Arab secara meluas dan turun temurun. Karena Bangsa Arab sangat gemar dan menaruh perhatian besar terhadap syair, terutama yang paling terkenal pada masa itu. Seluruh hasil karya syair digantungkan pada dinding Ka'bah selain dikenal dengan sebutan Muallaqat juga disebut Muzahabah yaitu syair ditulis dengan tinta emas. Sebab setiap syair yang baik sebelum digantungkan pada dinding Ka'bah ditulis dengan tinta emas terlebih dahulu sebagai penghormatan terhadap penyair.

Selanjutnya untuk lebih mengenal terhadap nilai karya syair yang dihasilkan oleh Bangsa Arab Jahili, sebaiknya kita pelajari kehidupan penyair arab yang hidup pada masa itu, penulis disini akan membahas tentang tiga tokoh muallaqat penyair arab jahili yang kualitas syairnya tingkat pertama pada masa itu. yakni Umrul Qais, Nagibah Adz Zibyzny, dan Zuhair bin Abi Sulma dan satu misal syair hasil karya mereka bertiga beserta paparan dari penulis.

2. ZUHAIR BIN ABI SULMA

• MENGENAL ZUHAIR BIN ABI SULMA

Zuhair bin Abi Sulma berasal dari bani Ghathafan dan dibesarkan dari keluarga penyair. Sejak kecil penyair ini belajar syair Dari pamannya sendiri yang bernama Basyamah bin Shadir dan Aus bin Hujur. Karena itu penyair ini telah tekenal sejak masa kecil. Selain bakatnya sudah muncul dari muda. Penyair ini disenangi oleh segenap kaumnya karena kepribadiaan dan budi pekertinya yang tinggi. Beliau sangat terkenal dengan kesopanan kata-kata syairnya, imajinasi dan pemikirannya banyak menggunakan kata-kata hikmat dan pemikiran yang matang dan banyak orang yang menjadikan syairnya sebagai contoh hikmat dan pemikiran kebijaksanaan. Sehingga tidak aneh jika pendapatnya selalu diterima oleh kaumnya.

Tidak hanya oleh kaumnya pendapatnya bisa di terima bahkan para kabilah-kabilah Arab lainnya dan pemuka-pemukanya seperti Haram bin sinan dan Harist bin Auf. Zuhair meminta kepada dua pemuka kabilah tadi untuk memberikan 3000 unta kepada pemuka kabilah itu sebagai persyaratan perdamaian karena kedua suku kabilah itu sudah lama berperang hampir 40th dan kedua suku itu sangat mengidam-ngidamkan perdamain itu. Penyair itu turut andil dalam perdamain itu dan kedua pemuka kabilah tadi menyanggupinya karena kelihaian zuhair dalam memainkan lantunan Syairnya yang memuji kedua pemuka kabilah tersebut.



• MENGENAL KARYANYA SYAIRNYA

Tidak ada pertentangan dari pengamat, kritikus puisi bahkan para ahli sastrapun sepakat bahwa dalam hal menempatkan Zuhair sebagai salah seorang dari tiga tokoh terkemuka penyair arab jahili yang mengungguli para penyair selain mereka yakni Umrul Qais dan Nagibah.
Untuk lebih mengenal sosok penyair ini mari kita lihat petikan bait syairnya yang banyak mengandung kata hikmat yang dapat dijadikan petuntuk bagi kehidupan.

سئمت تكاليف الحياة ومن يعش # ثمانين حولا لاأبالك يسأم
واعلم ما في اليوم ولأمس قبله # ولكننى عن علم ما في غد عم
رأيت المنايا خبط عشواء من تصب # تمته ومن تهتئ يعمرفيهرم
ومن يجعل المعروف من دون عرضه # يفره ومن لايتق الشتم يشتم
ومن يوف لا يذمم ومن يهد قلبه # اء لى مطمئن البرلايتجمجم
ومن هاب اسباب المنايا ينلنه # واء ن يرق اسباب السماء بسلم
ومن يجعل المعروف في غير أهله # يكن حمده ذما عليه ويندم
لأن لسان مرء مفتاح قلبه # اء ذا هو أبد ما يقول من الفم
لسان الفتى نصف ونصف فؤاده # فلم يبق اءلا صورة اللحم والدم


Artinya : “Aku telah jemu dengan beban hidup, dan barang siapa yang berumur sampai delapan puluh tahun, pasti ia akan jemu dengan beban hidupnya, aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin tetapi aku tetap tak tahu akan hari esok, aku melihat maut itu datang tanpa permisi terlebih dahulu barang siapa yang didatangi pasti mati dan siapa yang luput diakan lanjut usia, barang siapa yang selalu menjaga kehormatannya maka di akan terhormat dan siapa yang tidak menghindari cercaan orang di akan tercela, barang siapa yang menempati janji akan tercela barang siapa yang terpimpin hatinya maka ia akan selalu berbuat baik, barang siapa yang takut mati pasti dia akan bertemu juga dengan maut walaupun ia naik ke langit dengan tangga (melarikan diri), barang siapa orang yang menolong tidak berhak ditolong maka dia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan baginya.”

Petikan-petikan bait Syair diatas kebanyakan mengandung kata-kata hikmat dan dengan imajinasi juga pemikiran yang mendalam sehingga penyair ini dianggap sebagai orang pertama yang dalam menciptakan kata hikmat dalam syair arab dan kelak akan diikuti oleh penyair lainnya seperti: Salih bin Abdul Kudus, Abu Thahilah, Abu Tamam, Mutanabby dan Abul Ala’ Ma’ary

Kalau kita perhatikan lebih dalam puisi diatas, hampir serupa dari Amsal (pribahasa) dan kata hikmah. Merupakan suatu hal yang menarik memadukan prosa dan syair pada masa itu, melihat banyak sekali penyair jahili yang kurang mendalaminya beliau merupakan penyair pertama yang membuka pintu masuknya kata-kata hikmah dan amsal kedalam puisi arab.
Syairnya singkat mudah dipahami namun isinya padat dan mada’hnya bagus menjauhi kebohongan, selalu memuji keadaan sebenarnya, ia bersyair selalu memuji orang dengan benar sebenar benarnya maksudnya kebenaran sifat yang dimiliki orang itu memang sudah teruji, terlebih syair diatas ini bertemakan dan menceritakan kehidupan seseorang harus hidup terhormat, menepati janji, suka menolong itu merupakan karakteristik orang arab yang hidup pada zamannya itu yang telah diihatnya dan dituangkan dalam syairnya oleh beliau.
Dari pemilihan kata/diksinya sangat baik sekali. Kata-katanya sopan sedikit sekali yang menggunakan kata-kata buruk. Oleh karena itu puisinya sangat bersih dan sedikit sekali ada cercaan didalamnya. Jauh dari ta’kid /komplikas kata dan maknanya.

3. UMRUL QAIS

• MENGENAL UMRUL QAIS

Umrul Qais adalah penyair arab jahili yang hidup pada 150 tahun sebelum hijrah. Jululukannya Al-Malik Ad Dhalil (raja dari segala raja penyair), penyair ini berasal dari suku Kindah yang pernah berkuasa penuh di Yaman. karena itu penyair ini dikenal dengan penyair Yaman (Hadramaut). Umrul qais seorang anak raja Yaman bernama Hujur Al-Kindy, Ibunya Fatimah binti Rabia’ah. Segi penyair ini sangat berpengaruh dalam kepribadian penyair ini, ia dibesarkan di Nejed dengan kehidupan dunia yang melimpah dan dalam lingkungan keluarga yang suka berfoya-foya. Kebiasaan buruknya penyair ini sering mabuk-mabukan, bermain cinta dan melupakan kewajibannya sebagai putra mahkota yang seharusnya mawas diri dan melatih diri memimpin masyarakat karena peringainya buruk ayahnya sering memarahinya dan akhirnya ia dibuang, diusir oleh ayahnya dari Istana.

Selama dalam pembuangan penyair ini mengembara kesegala penjuru jazirah Arab dan kelak pengembaraan inilah yang membawa pengaruh kuat dalam syairnya, karena dari pengalaman pengembaraan seluas itulah ia mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru baginya. Umrul Qais bergabung bersama orang-orang Badui, orang Badui ini sangat senang bergabung dengan Umrul Qais karena ia banyak harta dan pendukungnya.

Ketika Umrul Qais sedang asyik berfoya foya, tiba-tiba datang kabar kematian ayahnya terbunuh ditangan Kabilah bani Asaf yang sedang memberontak kepada kekuasaan ayahnya. Kematian ayahnya itu menuntut Umrul Qais untuk kembali ke Nejed agar dapat membalas kematian orang tuanya. Panggilan itu tidak disambut baik oleh Umrul Qais, bahkan dengan sambil bermalas-malasan ia berkata: “dulu semasa kecilku aku dibuang, kini setelah dewasa aku debebani oleh darahnya, biarkan saja urusn itu, sekarang adalah waktunya untuk mabuk-mabukan dan besok untuk menuntut darahnya.”

Namun tak lama kemudian penyair in berangkat menuju ke Nejed untuk menuntut balas kematiaan orang tuanya. Untuk melaksankan niatnya itu Umrul Qais terpaksa meminta bantuaan ke kabilah-kabilah Arab yang berada disekitarnya. Sehingga pertempuran ini berkecanuk lama dan akhirnya ia terdesak, melarikan diri menuju kekerajaan Romawi Timur (Bizantium) di Turki. Di tengah perjalanan penyair itu terbunuh oleh musuhnya dan dimakam kan di kota Angkara Turki.

• MENGENAL KARYA SYAIRNYA.

Sebagian besar ahli sastra Arab berpendapat bahwa puisi Umrul Qais dapat digolongkan pada kelas tertingi dari golongan penyair jahiliyah lainnya. Karena penyair ini banyak menyandarkan pada kekuatan daya khayalnya dan pengalamannya dalam mengembara, bahasanya sangat tinggi sekali dan isinya sangat padat. Umrul Qais dianggap orang pertama yang menciptakan cara menarik perhatian dengan jalan Istifokus Sohby yakni Cara mengajak orang untuk berhenti pada puing reruntuhan bekas rumah kekasihnya (tempat yang berhubungan dengan kisah cinta) sekedar mengenang masa indah yang telah berlalu akan cintanya.

Memang cara ini sangat menarik sekali, bila digunakan dalam syair Tasbib/ghazal yaitu Suatu bentuk atau jenis syair yang didalamnya banyak menyebutkan wanita dan kecantikannya, syair ini juga menyebutkan tentang kekasih, memuji atau merayu sang kekasih, juga membahas tempat tinggalnya dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kisah percintaan. Cara seperti ini sangat disenangi orang Arab (penyair Arab) dalam membuka setiap kasidahnya untuk perhatian orang. Umrul Qais juga dianggap sebagai penyair pertama dengan mensifati kecantikan seorang wanita dengan mengupamakannya dengan seekor kijang yang panjang lehernya, karena wanita yang panjang lehernya menandakan sebagai seorang wanita cantik dan rupawan.

Orang yang mempelajari puisi karya Umrul Qais dengan mendalam maka dia akan mengerti bahwa keindahan syairnya terletak pada caranya yang halus dalam syair ghazalnya. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab. Hanya saja kadang-kadang syairnya tidak luput dari perumpamaan yang cabul/porno terutama ketika membicarakan kaum wanita, tetapi perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar kecabulannya tidak terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan kebiasaan bagi setiap penyair Arab dalam mengekspresikan sesuatu secara singkat, jelas, dan padat.

Ada satu contoh dari syairnya yang menunjukan kelihaian penyair ini dalam menggambarkan suatu kejadian atau peristiwa dengan gayanya yang khas sehingga bayangan yang ada seperti benar-benar terjadi. Untuk itu penulis akan mengutip syairnya Umrul Qais yang mengisahkan kepada kita tentang sesuatu kesusahan atau kegelisahan yang dialaminya pada suatu malam hari sebagai berikut:

وليل كموج البحر أرخى سدوله # علي بأنوع الهموم ليبتل
فقلت له لما تمطى بصلبه # واردف اعجازا وناء بكلكل
اﻻايهاالليل الطويل اﻻ انجلى# بصبح وما اﻻء صباح منك بأمثل
فيا لك من ليل كان نجومه # بكل مغار الفتل شدت بيذ بل


Artinya: “ Malam bagaikan gelombang samudra menyelimutkan tirainya padaku, dengan kesedihan untuk membencanaiku, aku berkata padanya kala ia menggeliat merentang tulang punggungnya dan siap melompat menerkam mangsanya, wahai malam panjang kenapa engkau tidak segera beranjak pergi yang digantikan pagi yang tiada pagi seindah kamu, Oh… malam yang gemintangnya, bagaikan terjerat ikatan yang kuat.”

Sebenarnya penyair ini akan mengutarakan betapa malang nasibnya. Dimana keresahan hatinya akan bertambah susah bila malam hari tiba. Karena pada saat itu dia merasakan seolah-olah malam sangat itu panjang sekali. Sehingga ia mengharapkan waktu pagi hari segera tiba, agar keresahannya akan berkurang, namun keresahan itu tidak jua berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Contoh diatas merupakan bukti nyata akan kepandaian penyair ini dalam menggambarkan sesuatu keadaan. Sehingga keadaan atau peristiwa itu seakan-akan benar tejadi adanya.
Contoh diatas memberikan gambaran kepada kita, bagaimanakah penyair itu memberikan gambaran yang sangat besar akan keresahan melandanya dan dialaminya pada waktu itu, sehingga baik pada waktu malam hari maupun pagi hari keresahan itu tetap saja mengikutinya seperti seseorang yang selalu diikuti bayangannya ketika hendak menggerakan kakinya dalam sinaran bulan purnama di malam hari yang segelap lautan.

Rahasia keindahan syair ini adalah penyair tidak menjelaskan atau menceritakan keresahan yang dialaminya secara langsung. Bahkan ia memberikan perumpamaan terlebih dahulu dan suatu permisalan yang dekat dengan pengertian aslinya, kemudian penyair ini mengajak sang malam hari tuk untuk berbicara dan bercakap-cakap layaknya seorang manusia diajak bicara.

Syair ini adalah syair yang abadi, tak lekang dimakan zaman karena imajinasi yang sangat kuat/daya khayalnya yang tinggit, dan maknanya dalam, isi pada syair ini kondisonal/situasional yakni ketika seseorang dilanda keresahan, kegelisahan, banyak masalah yang diderita, dan lainya, ketika membaca dan mendalami juga menghayati kandungan syair ini ia akan menemukan sesuatu kesamaan rasa, kesamaan konflik atau penokohannya. Karena seperti yang disebutkan penulis diatas, penyair ini tidak menceritakan dengan pasti apa konflik yang terjadi keresahan/masalah-masalah yang terjadi.

Keindahan syairnya terletak pada caranya pemilihan kata atau diksinya yang halus dalam syair ghazalnya.walaupun hidup dalam keadaan geografis alam yang keras tetapi tak mempengaruhi kata-katanya yang halus dan lembut dalam syairnya itu. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam syair Arab

Walapun terkadang syairnya mengandung sifat kebadwian dalam ungkapan kering dan kasar, dengan makna-makna yang seram. Tetapi imajinasinya sangat kuat sekali, kadang terlihat dalam membayangkan suatu yang keemasan yang menampilkanya indah sekali, maknanya memukau dan menusuk lerung hati yang paling dalam, tasbib/nasibnya (pelukisannya) lembut selembut kain sutra, wasfnya (pelukisan, narasi) akrab seakrab orang arab yang menjamu tamunya, mudah diserap dan dipahami karena penciptaanya seindah indahnya menggunakan imajinasi yang kuat. mungkian ada beberapa faktor mengapa tulisan, syairnya Umrul Qais bisa seperti itu yakni karena keadaan geografis wilayah yang ganas, pergaulannya dengan suku badui yang cendrung kasar tapi mungkin positifnya ia bisa mempunyai daya imajinasi yang kuat dan bebas mungkin karena bergaul dengan mereka yang notabene orang dan pikirannya bebas, terus yang terakhir keadaan psikologis dan sikis penyair ini pada masa usia masih beliau sudah mengalami guncangan yang cukup dahsyat, ia diusir dari surga dunianya yaitu istana ayahnya karena peringainya yang buruk.

Perlu diketahui latarbelakang penciptaan syair diatas menceritakan pengalaman dan kehidupan pribadi sang penyair itu sendiri. Pengalaman disini adalah pengalaman yang menyakitkan dan mengiris hatinya seperti kandas cintanya dengan sang kekasih Unaizah, keluarganya dibunuh dan kerajaan ayahnya runtuh oleh musuh, kalah dalam perang menuntut balas dendam kepada Bani Asaf, terus karena penyakit yang ia derita dan akhirnya sampai sang maut menjemput di kota Angkara Turki Bizantium waktu ingin meminta bantuan pada raja kekaisaran Romawi Timur (Bizantium).

Meskipun Umrul Qais dijuluki raja dari segala raja penyair tapi perlu diketahui orang Arab yang pertama kali menciptakan syair Arab ialah Muhalhil bin Rabiah Atthaghribi. ia dianggap menjadi orang pertama yang menciptakan syair arab, karena dari sebagian banyak syair bahasa arab yang ditemukan ialah hanya sampai zaman Muhalhil saja. Dari sekian banyak karya syair Muhalhil yang dapat diselamatkan hanyalah tiga puluh bait saja. Setelah zaman in barulah muncul penyair-penyair yang dipelopori oleh Umrul Qais dkk. Tak terbantahkan lagi pengaruh Umrul Qais dalam syair bahasa arab sangat kental, kendati Muhalhil atau orang arab sebelum Muhalhil sebagai pencetus tetapi sebagai penyair yang memberikan sumbangsih yang sangat besar, pengaruhnya abadi, dan banyak ditiru oleh generasi penyair masa jahiliah dan mungkin sampai sekarang generasi modern atau generasi selanjutnya yang akan mendatang.

4. NABIGAH ADZ-ZIBYANYANY

• MENGENAL NABIGAH ADZ-ZIBYANYANY

Nama aslinya penyair ini adalah Abu Umamah Ziyad Bin Muawiyah. Ia dipangil Nabigah karena sejak muda pandai bersyair kata Nabigah sendiri berarti pandai bersyair, ia merupakan salah satu tokoh terkemuka para penyair arab jahili dan dewan hakim mereka dipasar ukaz. Ia penyair terbaik dalam menampilkan diksi/pemilihan kata, jelas dalam mengemukakan makna, dan lembut dalam permohonan maaf. Saya menemukan pendapat yang kontradiktif dalam kesejarahan gelar/penjulukan Nabigoh itu sendiri, pertama dalm bukunya Sejarah Kesustraan Arab, Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin dari Surabaya dan . Sastra Arab dan Lintas Budaya H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, dengan bukunya dosen saya sendiri Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan; Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah miliknya pak Bahrum benyamin. Pada buku yang terbitan Surabaya dan UIN Malang itu mengamini pendapat saya yang pertama tadi yakni Nabigah sejak muda pintar bersyair dan mempunyai arti pandai bersyair sedangkan dalm bukunya UIN Jogya Nabigah berarti muncul atau terkemuka, karena pemunculannya sendiri tiba-tiba dikala beliau sudah tua, setelah masa muda tidak pernah bersyair. Saya tidak terlalu mempermasalahkan masalah tersebut, karena saya masih tidak punya data yang valid untuk membahasnya tetapi pendapat ketiga buku ini mempunyai kesamaan penasiran kata Nabigah itu sendiri yakni ia adalah seorang yang pandai bersyair dan terkemuka dalam masyarakat setempat. karena selalu mendekatkan dirinya pada pembesar negeri.

Hampir seluruh umur hidupnya ia habiskan dikalangan keluarga raja Hira dan memuji mereka serta lama mendapingi Nu’man bin Al-Mundzir. Sehingga ia dijadikan kawan dan dimanjakan dengan kemewahan yang ada. Pernah diriwayatkan penyair ini dikalangan raja Hirah selalu memakai bejana dari emas dan perak. Hal ini tak lain untuk menujukan betapa pentingnya kedudukan beliau disisi raja Hira.

• MENGENAL KARYA SYAIRNYA

Sebagian besar ahli sastra arab mendudukan syair karya nabigoh pada dereta ketiga setelah Umrul Qais dan Zuhair bin Abi Sulma. Hanya saja penilaian itu sangat relatif sekali, karena pendirian seseorang berbeda tentunya. Namun demikian karya syairnya sangat tinggi nilainya, karena pribadi penyair ini sangat berbakat dalam bersyair. Maka tidak heran jika penyair ini diangkat sebagai dewan juri dalam setiap perlombaan membaca puisi. Yang berdeklamasi setiap tahun di pasar Ukaz.

Para pengamat puisi arab jahili menempatkan Nabigah Adz-Zibyanyany Sebagai salah satu tokoh penyair arab jahiliah yang pertama. Bahkan sebagian dari mereka menjadikan puisinya menjadi titik puncak yang dicapai oleh syair arab jahili dari segi keindahan dan keharmonisan komposisinya. Dan banyak dari kalangan periwayat puisi yang memasukannya kedalam jajaran penyair muallaqot yang syairnya ditulis dengat tinta emas dan digantungkan dika’bah. Puisinya teristimewa dengan keindahan kata, kejelasan makna, keindahan susunan dan sedikit kamuflase, sehingga orang yang suka kelembutan dari kalangan penyair seperti Jarir mengatakan bahwa ia adalah penyair arab jahili yang paling piawai. Ketergiurannya untuk mecari penghidupan dengan syair, justru membuka pemikiran baru dalam jenis puisi madhnya (pujian) serta melakukan perluasan dan perdalaman dalam puisi itu, sehingga ia mampu memuji dengan sesuatu yang kontradiktif;

فاءنك شمس و الملوك كواكب # اء ذا طلعت لم يبد منهن كوكب


Artinya: “sesungguhnya engkau adalah matahari, sedangkan para raja yang lain dalah bintang-bintang, bila kau terbit tak ada sayu bintangpun yang berani menampakan diri.”

Latar belakang syair ini pada suatu hari Nabighah hendak memuji raja Nu’man bin Munzir seorang yang paling disukai olehnya. Waktu itu ia melihat matahari yang sedang tebit dan terang. Oleh karena itu, raja Nu’man itu diumpamakan dalam Syairnya sebagai matahari yang terbit, jikalau matahari itu sedang terbit maka sinarnya itu akan mengalahkan senar bintang dimalam hari yang diibaratkan dengan raja-raja lain singkatnya ketika kekuasaan raja Nu’man datang maka kekuasaan raja-raja lain akan menghilang seperti bintang dimalam hari yang lenyap karena munculnya raja Nu’man sebagai matahari terbit yang terbit/berkuasa disiang hari.

Dalam syair diatas di berimajinasi, mengkhayalkan dan perumpamaan sesuatu yang paling tinggi di alam sekitarnya. Maka yang dilihat hanyalah matahari. Karena penyair itu memisalkan raja itu bagaikan matahari yang terbit dari ufuk timur, bila matahari itu sedang terbit maka ribuan bintang yang menghiasi langit tidak akan tampak sinarnya lagi. Jadi penyair ini seolah olah berkata bahwa raja yang dipujinya itu adalah raja yang paling mulia dan lebih agung dari semua raja yang lain akan sirna seperti malam yang sirna oleh datangnya matahari yang menjadi siang.

Indah sekali syair bait diatas kendati kata simpel tetapi makna luas, ketika hendak menggambarkan kekuasaan sang raja, penyair ini tidak lagi memberikan sesuatu permisalan saja. Bahkan dia menyebutkan bahwa diri raja pujaannya itu adalah matahari itu sendiri yang terbit diufuk timur sehingga segala sinar yang dating dari segala bintang dapat sirna. Letak keindahan syair ini ialah penyair ini tidak menyebutkan sang raja seperti matahri bahkan ia sendiri adalah matahari itu sendiri.

Dari segi diksi/pemilihan kata dan struktur bahasanya sederhana dan indah, mudah dipahami oleh semua orang juga harmonis lebih akrab dengan pembaca atau penikmat syair, kata-katanya lembut sehingga wajar saja ia dekat pembesar negeri, menjadi dewan juri perlombaan syair di pasar Ukaz tiap tahun dan disukai banyak orang.

Keistimewaan penyair ini adalah puisinya lebih indah dan kata-katanya lebih mantap, bahasanya sangat sederhana sehingga dapat mudah dimengerti semua orang. Para penyairpun tidak jarang meniru cara Nagibah maupun kata-katanya dalam bersyair.


Zuhair Bin abi Sulma
Nasab Keluarga Dan Kabilah
Nama lengkapnya adalah Zuhair bin Abi Sulma bin Rabi'ah bin Rayyah al-Muzani. Ayahnya bernama Rabi'ah yang berasal dari kabilah Muzainah. Pada zaman Jahiliyyah kabilah ini hidup berdekatan dengan kabilah bani Abdullah Ghatafaniyyah yang menghuni di daerah Hajir, Nejed, sebelah timur kota Madinah. Kabilah ini juga bertetangga dengan kabilah Bani Murrah bin Auf bin Saad bin Zubyan. Ia adalah salah seorang dari tiga serangkai dari penyair Jahiliyyah setelah Umru al-Qais dan An-Nabighah az-Zibyani. Penyair ini amat terkenal karena kesopanan kata-kata puisinya. Pemikirannya banyak mengandung hikmah dan nasehat. Sehingga banyak orang yang menjadikan puisi-puisinya itu sebagai contoh hikmah dan nasehat yang bijaksana.
Rabi'ah bersama isteri dan anak-anaknya tinggal dalam lingkungan kabilah Bani Murrah (kabilah Zubyan) dan kabilah Bani Abdullah Ghatafaniyyah. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan Aus bin Hujr, seorang penyair terkenal dari Bani Tamim. Sementara Zuhair dan saudara-saudaranya, Sulma dan al-Khansa`, diasuh oleh Basyamah bin al-Ghadir, paman mereka yang juga seorang penyair. Dengan demikian Zuhair adalah keturunan kabilah Muzainah yang dibesarkan di tengah-tengah kabilah Bani Ghatafaniyyah.

Dibesarkan Dalam Lingkungan Penyair
Zuhair dibesarkan dalam keluarga penyair dan sejak kecil ia belajar puisi dari pamannya sendiri yang bernama Basyamah bin al-Ghadir dan Aus bin Hujur. Basyamah termasuk tokoh Arab Jahiliyyah yang terhormat, kaya-raya, dan sangat dihormati oleh kaumnya. Di samping sebagai penyair, Basyamah juga seorang yang cerdas dan memiliki pendirian yang lurus, dia menjadi tempat bertanya kaumnya dalam menghadapi berbagai persoalan. Ketika ia meninggal dunia, seluruh hartanya diwariskan kepada keluarganya termasuk kepada Zuhair. Disamping mendapatkan harta warisan, Zuhair juga mendapatkan warisan kemampuan berpuisi dan kemuliaan akhlak yang diajarkan Basyamah.
Zuhair bin Abi Sulma, tumbuh dan besar dalam lingkungan keluarga penyair. Rabi'ah ayahnya, Aus bin Hujr ayah tirinya, dan Basyamah pamannya, mereka ada para penyair, dan saudaranya Sulma dan al-Khansa`, mereka berdua juga penyair. Oleh karena itulah ia sudah terkenal pandai berpuisi sejak kecil. Selain terkenal akan bakat puisi yang dimilikinya sejak kecil, ia juga disenangi oleh seluruh kaumnya akan budi pekertinya yang luhur, sehingga setiap pendapat yang dikeluarkannya selalu diterima baik oleh kaumnya.
Zuhair menikah dengan dua orang wanita, pertama dengan Ummu Aufa, yang banyak disebut-sebut dalam puisinya, termasuk dalam mu'allaqat-nya. Kehidupan rumah tangganya bersama Ummu Aufa kurang bahagia, dan itu terjadi setelah Ummu Aufa melahirkan anak-anaknya yang kesemuanya meninggal dunia, lalu ia pun menceraikannya. Setelah itu ia menikah lagi dengan Kabsyah binti ‘Amr al-Ghatafaniyyah, dan dari isteri keduanya ini lahirlah putera-puteranya, yaitu Ka'ab, Bujair, dan Salim. Salim meninggal dunia ketika Zuhair masih hidup, sehingga banyak dari puisinya yang menggambarkan ratapannya terhadap kematian anaknya itu. Sedangkan Ka'ab dan Bujair, keduanya hidup sampai datangnya masa Islam, dan mereka berdua masuk Islam dan juga menjadi penyair yang terkenal.
Hidup Dalam Situasi Peperangan
Zuhair hidup dalam masa terjadinya peperangan yang berlarut-larut selama 40 tahun antara kabilah Abbas dan Bani Dzubyan, yang terkenal dengan peperangan Dahis dan Gabra'. Dalam peristiwa perang ini, ia pun turut ambil bagian dalam usaha mendamaikan dua suku yang sedang berperang tersebut. Dalam usaha perdamaian itu, ia mengajurkan kepada para pemuka bangsa Arab untuk mengumpulkan dana guna membeli tiga ribu ekor unta untuk membayar tebusan yang dituntut oleh salah satu dari kedua suku yang sedang berperang itu.
Adapun yang sanggup menanggung keuangan itu adalah dua orang pemuka bangsa Arab yang bernama Haram bin Sinan dan Harits bin Auf. Sehingga berkat usaha kedua orang ini, peperangan yang telah terjadi selama 40 tahun dapat dihentikan. Untuk mengingat kejadian yang amat penting itu, Zuhair mengabadikan dalam salah satu puisi muallaqat-nya, seperti di bawah ini[1]:
فاقسمت بالبيت الذى طاف حوله  ¤ رجال بنوه من قريش وجرهم
يمينا لنعم السيّـــدان وجـدتما  ¤  على كل حال من سحيل ومبرم
تداركتما عبسا وذبيان بعدمــا  ¤  تفانوا ودقوا بينهم عطر منشم
وقد قلتما إن ندرك السلم واسعا  ¤  بمال ومعروف من القول نسلم
فاصبحتما منها على خير موطن  ¤  بعيدين فيها من عقوق ومأثـم
عظيمين فى عليا معدّ هديتمـا  ¤ ومن يستبح كنـزا من المجد يعظم
"Aku bersumpah dengan Ka'bah yang ditawafi oleh anak cucu Quraisy dan Jurhum".
Aku bersumpah, bahwa kedua orang (yang telah menginfakkan uangnya untuk perdamaian itu) adalah benar-benar pemuka yang mulia, baik bagi orang yang lemah, maupun bagi orang yang perkasa".
"Sesungguhnya mereka berdua telah dapat kesempatan untuk menghentikan pertumpahan darah antara bani Absin dan Dhubyan, setelah saling berperang diantara mereka".
"Sesungguhnya mereka bedua telah berkata: "Jika mungkin perdamaian itu dapat diperoleh dengan uang banyak dan perkataan yang baik, maka kami pun juga bersedia untuk berdamai".
"Sehingga dalam hal ini kamu berdua adalah termasuk orang yang paling mulia, yang dapat menjauhkan kedua suku itu dari permusuhan dan kemusnahan".
"Kamu berdua telah berhasil mendapatkan perdamaian, walaupun kamu berdua dari kelurga yang mulia, semoga kalian berdua mendapatkan hidayah, dan barang siapa yang mengorbankan kehormatannya pasti dia akan mulia"
Kemunculan Zuhair Sebagai Penyair
Kemunculan Zuhair sebagai penyair tidak lepas dari pengaruh guru-guru utamanya, yaitu Rabi'ah ayahnya, Aus ibn Hujr ayah tirinya, dan Bisyamah pamannya. Dari ketiga penyair itulah Zuhair  didikkan dalam menciptakan puisi. Dia juga meriwayatkan puisi-puisi dari ketiga penyair tersebut. Sebagai seorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga penyair, Zuhair pun kemudian mendedikasikan hidupnya untuk puisi. Dia menciptakan puisi dan mengajarkan penciptaan puisi kepada orang lain, terutama kepada kedua putranya Ka'ab dan Bujair. Di antara penyair yang kemudian muncul dari hasil didikkannya, selain kedua putranya adalah al-Khutaiyyah (Syauqi Dlaif, 1960:303).
Kalangan para perawi puisi menyatakan bahwa Zuhair lambat dalam menciptakan puisi. Hal itu dikarenakan dalam menciptakan puisi dia menempuh langkah-langkah: penggagasan, pngolahan, dan penyeleksian (penyuntingan), sebelum kemudia puisi tersebut dipublikasikan (dibacakan dihadapan khalayak ramai). Oleh karena itulah kepadanya disandarkan kisah proses penciptaan puisi hauliyaat[2]. Hal itu dapat dilihat pula Ka'ab dan Al-khutaiyyah yang mengikuti alirannya (Taha Husein, 1936: 284).
Keistimewaan karyanya terletak pada kekuatan bahasa dan susunan kata-katanya, banyak terdapat kata-kata asing (sulit) dalam puisinya, dia berupaya untuk mencari hakekat makna asli untuk mengeluarkannya pada konkrisitas materi yang sebenarnya. Dengan kekuatan akal dan wawasannya dalam penggambaran-penggambaran dan imajinasinya. Pada umumnya, apa yang diungkapkannya tidaklah jauh dari hakekat realitas yang konkret. Zuhair juga termasuk penyair masa Jahiliyyah yang terkenal dalam pengungkapan kata-kata hikmah dan pribahasa.
Dalam kehidupannya ia terkenal dengan konsistensi dan kecerdasannya. Pendapatnya sesuai dengan kehidupannya. Posisi kesusastraannya, menurut kebanyakan para kritikus sastra Arab, dibangun atas hikmah dan kata-kata bijak yang dikenal pada masanya (Karum al-Bustani, 1953:6).
Kepercayaan Hanief
Pada umumnya, masyarakat Arab masa Jahiliyyah adalah penganut kepercayaan berhala. Meskipun demikian, Zuhair bin Abi Sulma termasuk penyair Arab Jahiliyyah yang percaya akan adanya hari Kiamat, adanya Hisab (perhitungan amal perbuatan), dan adanya siksaan serta balasan. Penyair ini memang tidak sempat merasakan masa ketika diutusannya Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi, penyair ini sudah percaya akan datangnya hari Kiamat dan hari pembalasan. Seperti terlihat pada bait puisinya dibawah ini[3]:
فلا تكتمنّ الله ما فى نفوسكم  ¤  ليخفى ومهما يكتم الله يعلم
يؤخر فيوضع فى كتاب فيدخر  ¤ ليوم الحساب أو يعجل فينقم
"Janganlah sekali-kali kalian menyembunyikan kepada Allah (penghianatan dan pelanggaran atas sumpah kalian) dalam hati kalian dengan tujuan untuk menyembunyikannya, tetapi ingatlah!! Walau kalaian sembunyikan, Allah maha mengetahui".
"Ditangguhkan, lalu dicatat dalam buku amal dan disimpan untuk kemudian diungkapkan di hari perhitungan, atau disegerakan pembalasannya dalam kehidupan  dunia ini".
Ada yang berpendapat bahwa dia termasuk golongan orang-orang yang mengharamkan khamr (arak atau minuman keras), mabuk, dan mengundi nasib dengan panah (Syauqi Dhoif, 1960:303). Zuhair berumur panjang dan meninggal sekitar setahun sebelum Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul.
Puisi-Puisinya
Kumpulan puisi Zuhair telah diterbitkan bersama kumpulan-kumpulan puisi dari lima penyair terkenal lainnya, yaitu Umru al-Qais, an-Nabighah, Tharafah, Antarah, dan al-Qamah. Kumpulan puisi yang lain diterbitkan pada tahun 1889 dalam bentuk serial yang berjudul "Tharafa Arabiyyah", kemudian dicetak ulang di Mesir dan di kota-kota lain yang diusahakan oleh Musthafa Saqa.
Ada dua sumber mengenai kumpulan puisi Zuhair, Pertama, berasal dari ulama Basrah yang mengatakan bahwa ada 18 kasidah, sebagaimana ada komentar yang berbunyi: "Mencakup semua kasidah Zuhair yang sampai pada kita atas dasar riwayat yang ada". Adapun sumber kedua, berasal dari ulama Kufah yang mengatakan bahwa ada tambahan sepuluh kasidah, tetapi bahwa tambahan itu adalah ulah tangan orang lain.
Para ahli sastra Arab berpendapat bahwa puisi Zuhair bin Abi Sulma termasuk ke dalam katagori yang tinggi, dan hampir dapat disamakan dengan puisi Umru al-Qais dan An-Nabighah az-Zibyani. Dalam hal itu mereka beralasan bahwa Zuhair memiliki keistimewaan-keistimewaan sebagai berikut:
1. Ijaz-nya bagus dan suka membuang tambahan pembicaraan serta kata-kata yang kurang dipelukan, sehingga ia menciptakan sedikit kata banyak makna, seperti dalam kata-katanya di bawah ini:

فما يك من خير أتوه فإنما  ¤  توارثه آباء آبائهم قبل
"Tak ada kebaikan yang mereka persembahkan. Sesungguhnya kebaikan yang mereka miliki hanyalah warisan dari nenek moyang mereka sebelumnya"
2.   Madah-nya bagus dan menjauhi kedustaan di dalamnya. Dia tidak memuji seseorang melainkan karena akhlaknya dan sifat-sifat terpuji yang diketahuinya, seperti dalam kata-katanya di bawah ini:
على مكثريهم رزق من يعتريهم  ¤  وعند المقلين السماحة والبذل
"Terhadap mereka yang banyak hartanya ia sediakan pemberian untuk orang-orang yang meminjam dari mereka. Pada orang yang berkurangan, ia sangat bertoleran dan memberi bantuan"
3.   Kata-katanya jauh dari ta'qid (komplikasi) kata dan makna, serta jauh dari pembicaraan yang tidak perlu dan asing (sulit dicari maknanya), seperti dalam kata-katanya di bawah ini:
ولو أن حمدا يخلد الناس أخلدوا  ¤  ولكن حمد الناس ليس بمخلد
"Jika pujian dapat membuat seseorang menjadi abadi, mereka pun pasti akan abadi. Tetapi, pujian orang-orang tidak akan bisa membuatnya abadi"
4.     Puisinya sedikit sekali mengandung kata-kata yang buruk. Oleh karena itu, puisi-puisinya bersih dan sedikit sekali adanya cercaan di dalamnya. Pernah suatu kali, ia mencerca suatu kaum, namun ia sedih dan menyesali apa yang telah diperbuatnya.
5.    Banyak mengungkapkan amtsal (pribahasa) dan kata-kata hikmah, sehingga penyair ini dianggap sebagai orang yang pertama dalam menciptakan kata-kata hikmah dalam puisi Arab, yang kelak akan diikuti oleh penyair lainnya, seperti Shalih bin Abdul Kudus, Abu al-Atahiyah, Abu Tamam, al-Mutanabby, dan Abu al-Ala' al-Ma'ary dari kalangan Arab peranakan (al-Muwalidin). Di antara kata-katanya yang berisikan amtsal dan kata hikmah seperti terdapat di bawah ini:
وأعلم ما فى اليوم والأمس قبله  ¤  ولكنى عن علم ما فى غد عم
ومن يجعل المعروف من دون عرضه  ¤   يفره ومن لا يتق الشتم يشتم
ومن يك ذا فضل فيـبخل بفضله  ¤  على قومه يستغن عنه ويذمم
ومن يوف لايذمم ومن يهد قلبه  ¤  إلى مطمئن البر لا يتجمجم
رأيت المنايا خبط عشواء من تصب  ¤  تمته ومن تخطئ يعمّر فيهرم
ومن هاب اسباب المنايا ينلنه  ¤  وإن يرق اسباب السماء بسلّم
ومن يجعل المعروف فى غير أهله  ¤  يكن حمده ذماّ عليه ويندم
"Aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin, tetapi aku tetap tidak akan tahu apa yang akan terjadi esok hari"
"Barang siapa berbuat kebaikan dari kedalaman harga dirinya, ia akan terpelihara, dan barang siapa yang tidak melindungi diri dari cercaan, ia akan dicerca"
"Barang siapa memiliki kelebihan harta, lalu ia bakhil (pelit) dengan hartanya itu terhadap kaumnya, maka ia tidak akan berguna dan akan dicerca"
"Barang siapa memenuhi kewajibannya, ia tidak akan dicerca, barang siapa hatinya mendapat petunjuk menuju ketentraman dalam berbuat kebaikan, maka ia tidak akan terguncang oleh ketegangan"
"Aku lihat maut itu datang tanpa permisi terlebih dahulu, barang siapa yang didatangi pasti akan mati, dan barang siapa yang luput dia akan mengalami lanjut usia".
"Barang siapa yang takut mati, pasti ia akan bertemu juga dengan kematian itu, walaupun ia naik ke langit dengan tangga"
"Barang siapa yang menolong orang yang tidak berhak untuk ditolong, maka ia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan baginya".

b.            AL-A'SYA BIN AL-QAISI
Nasab Keluarga Dan Kabilah
Nama lengkap dari penyair ini adalah Maimun al-A'sya bin al-Qaisi bin Jundul al-Qaisyi, dilahirkan di Manfuhah dikawasan Yumamah. Ia berasal dari kabilah Bakar bin Wail yang menurut riwayat kabilah ini merupakan bagian dan kelompok di Jazirah Timur yaitu lembah sungai Eufrat sampai Yamamah. Adapun keturunan (bani) yang lebih dan banyak dikenal dari kabilah ini ialah bani Syaiban, bani Yasykur, bani Jusyam, bani I'jul yang berada di lembah sungai Eufrat, bani Hanifah, dan bani Qais bin Tsa'labah yang berada dikawasan Yamamah. Dari bani-bani tersebut, bani Qais-lah yang lebih utama, yang secara turun-temurun berlanjut kepada bani-bani lainnya. Salah satunya adalah bani Malik bin Dubai'ah dari kerabat mereka yaitu bani Jahdar dan bani Sa'ad bin Dubai'ah, dari bani-bani inilah yang kemudian merupakan asal usul (satu keturunan) dari penyair al-A'sya bin al-Qais.
Nama al-A'sya merupakan julukan baginya, karena ia memiliki kadar penglihatan yang lemah (rabun). Nama pada saat karier kepenyairannya meningkat, ia dijuluki Abu Basir yang berarti orang yang mempunyai penglihatan. Konon ayahnya mempunyai julukan "Orang yang mati kelaparan", karena pada suatu ketika ayahnya  memasuki sebuah goa hanya untuk berteduh di dalamnya dari cuaca panas, tetapi malang baginya tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari atas gunung dan menutupi mulut goa, yang menyebabkan ayahnya mati kelaparan di dalamnya. Mengenai kejadian itu, juhunnam seorang penyair membuat sebuah puisi hija' (sindiran) untuk ayahnya yaitu:
"Ayahmu Qais bin Jundul mati kelaparan, kemudian pamanmu itu disusui oleh budak dari Khuma'ah".
Khuma'ah adalah tempat kelahiran ibu dari al-A'sya. Saudara kakeknya, Musayyub bin ‘Alas mempunyai jasa yang besar dalam mengabadikan puisi al-A'sya.
Para ahli sastra Arab menganggapnya sebagai orang keempat setelah ketiga penyair yang telah disebutkan di atas. Penyair ini ditakuti akan ketajaman lidahnya, sebaliknya ia juga disenangi orang bila ia telah memuji seseorang, dan orang itu seketika itu pula akan menjadi terkenal.
Puisi-puisi al-A'sya banyak menceritakan pengembaraannya ke sebagian daerah jazirah Arab untuk memuji para pemimpin (kepala suku) dan para bangsawan. Sehingga di dalam diwan-nya (kumpulan puisi), dia banyak memuji Aswad bin Mundzir dan saudaranya yaitu Nu'man bin Mundzir dan Iyas bin Qubaisah. Dia juga banyak membicarakan mengenai perdamaian antara salah seorang penguasa di Yaman dengan bani Abdul Madin bin Diyan di Najran, dan penguasa yang bernama Hauzah bin ‘Ala Sayid dari bani Hanifah, yang tidak diketahui latar belakang mengenai perselisihan di antara ketiganya.
Al-A'sya sering melakukan pengembaraan dan mengunjungi kawasan Hirah, Yaman, dan Diyar (sebuah daerah berbukit di Yaman), dan Najran, begitu pula dengan daerah Syam, Persia, dan Jerussalem. Khususnya di daerah Yaman, Nejed, dan Hirah, ia memuji para pejabat teras di sana. Begitu pula dengan kepergiaannya ke Diyar, ia mendapatkan hadiah sebagai balasan atas puisi-puisi yang telah diucapkannya dengan indah kepada bani ‘Amr.
Louis seorang orientalis barat, menganggap bahwa penyair ini penganut Nasrani, ia berpendapat dengan kesukaan al-A'sya dalam menyusun lagu-lagu rohani. Puisi madahnya banyak memuji para uskup Najran, dan kebanyakan bait-bait puisi-nya berkaitan dengan orang-orang nasrani di Hirah. Namun, hal ini tidak dapat dibenarkan, karena kepercayaan Nasrani telah lama dianut dan merupakan agama nenek moyang. Sehingga setelah ia menerima ajaran ini, kebiasaan buruk dalam melakukan perbuatan dosa dan kemaksiatan telah ada pada diri al-A'sya. Hal ini dapat dilihat jelas dalam puisi-nya yang banyak menggambarkan kesenangannya akan mabuk-mabukkan dan pencinta harta. Dan untuk meneliti lebih lanjut tentang puisi al-A'sya dapat dilihat dalam kitab Sy'ir was Syuara' karya Ibnu al-Qutaibah, kitab al-Jamhara, dan kitab al-Aghany karya al-Asfahany.
Puisi-Puisinya
Kumpulan puisi al-A'sya banyak diterbitkan oleh Jayir di London pada tahun 1928. Jayir menyalinnya dari Isykuriyal yang diambil dari Tsa'labah pada tahun 291 H. Sebagian dari puisi-nya juga diterbitkan oleh Daar al-Kutub, Mesir. Jumlah kasidahnya tidak kurang dari 77 bait kasidah, ditambah lagi l15 kasidah yang tidak diketahui asalnya, tetapi diyakini sebagai puisinya. Namun, kemungkinan besar puisi pilihan itu dikumpulkan oleh Tsa'labah. Selanjutnya Daar al-Kutub menemukan 40 bait kasidah al-A'sya yang diambil dari salinan di kantor perwakilan Yaman. Hal ini diketahui dari kalimat pendahuluan oleh penyusun diwan-nya.
Puisi-puisi al-A'sya memiliki ciri khas tersendiri, seperti pemakaian kasidah yang panjang, sebagaimana yang terlihat dalam puisinya terdapat pemborosan kata-kata. Puisinya banyak mengandung pujian, sindiran atau ejekan, kemegahan atau kebesaran, kenikmatan khamr (arak), menggambarkan atau melukisakan sesuatu, dan mengenai percintaan.
Tidak seperti penyair lainnya, dalam hal pengungkapan puisi madah, al-A'sya hanya ingin berusaha mendapatkan pemberian atau hadiah, seperti dalam pengembaraannya kesebagian jazirah Arab, yaitu untuk memuji para pemimpin dan pejabat di sana. Pemberian atau hadiah itu dapat berupa unta, budak perempuan, piring yang terbuat dari logam perak, atau pakaian yang terbuat dari kain sutera yang bermotif lukisan.
Dalam puisi madah-nya banyak mengisahkan mengenai kemuliaan, keberanian, kesetiaan, pertolongan terhadap kaum lemah, dan pujian terhadap tentara yang berlaga di medan peperangan. Puisi madah-nya banyak mengandung ungkapan-ungkapan yang dikeluarkan secara bebas (spontanitas). Oleh karena itu, al-A'sya juga ditakuti akan ketajaman lidahnya, karena bila seseorang telah mendapatkan pujian darinya, maka orang itu akan enjadi terkenal.
Dalam suatu riwayat, diceritakan bahwa di kota Mekkah ada seorang miskin yang bernama Muhallik, orang itu mempunyai tiga orang puteri yang belum mempunyai jodoh dikarenakan kemiskinan mereka. Pada suatu waktu, keluarga ini mendengar kedatangan al-A'sya di Mekkah, maka isterinya meminta kepada suaminya untuk mengundang al-A'sya ke rumahnya. Setelah al-A'sya datang ke rumah miskin itu, maka isterinya memotong seekor unta untuk menjamu al-A'sya.
Penyair ini sangat heran dengan kedermawanan orang miskin ini. Ketika ia keluar dari rumah itu, ia langsung pergi ke tempat orang-orang yang sedang berkumpul untuk mengabadikan kedermawanan Muhallik dalam suatu bait puisinya yang sangat indah. Setelah ia membacakan puisi itu, maka banyak orang yang datang meminang ketiga puteri Muhallik. Adapun bait puisi yang diucapkan al-A'sya seperti dibawah ini
ارقت وما هذا السّهاد والمؤرّق  ¤  وما بى من سقم وما بى تعشّق
لعمرى قد لاحت عيون كثيرة  ¤  الى ضوء نار فى اليفاع تحرق
تشبّ لمقرورين يصطليانها  ¤  وبات على النار الندى والمحلّق
رضيعى لبان ثدى أمّ تقاسما  ¤  باسحم داج : عوض لا نتفرّق
ترى الجود يجرى ظاهرا فوق وجهه  ¤  كما زان متن الهند وإنى رونق
يداه يدا صدق : فكفّ مبيدة  ¤  وكفّ إذا ما ضنّ بالمال ينفق

"Aku tidak dapat tidur di malam hari, bukan karena sakit ataupun cinta"
"Sungguh banyak mata yang melihat api yang menyala di atas bukit itu"
"Api itu dinyalakan untuk menghangatkan tubuh kedua orang yang sedang kedinginan di malam itu, dan di tempat itulah Muhallik dan kedermawanannya sedang bermalam"
"Di malam yang gelap itu keduanya saling berjanji untuk tetap bersatu"
"Kamu lihat kedermawanan di wajahnya seperti pedang yang berkilauan"
"Kedua tangannya selalu benar, yang satu untuk membinasakan sedang yang lain untuk berderma"

Di dalam suatu riwayat lain juga diceritakan bahwa ketika al-A'sya mendengar diutusnya Nabi Muhammad Saw dan berita mengenai kedermawanannya, maka penyair ini sengaja datang ke kota Mekkah dengan membawa suatu kasidah yang telah dipersiapkan untuk memuji Nabi Muhammad Saw. Namun, sayang sekali maksud baik ini dapat digagalkan oleh pemuka bangsa Quraisy.
Ketika Abu Sufyan mendengar kedatangan al-A'sya, Abu Sufyan langsung berkata kepada para pemuka Quraisy: "Demi Tuhan, bila al-A'sya bertemu dengan Muhammad dan memujinya, maka pasti dia akan mempengaruhi bangsa Arab untuk mengikuti Muhammad. Karena itu, sebelum itu terjadi, kumpulkanlah seratus ekor unta dan berikan kepadanya agar tidak pergi menemui Muhammad". Kemudian, saran Abu Sufyan ini, dituruti oleh bangsa Quraisy, yang akhirnya al-A'sya mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan beliau. Adapun puisi yang telah dipersiapkan olehnya untuk memuji Nabi Muhammad Saw. seperti dibawah ini:
فآليت لا ارثى لها من كلالة  ¤  ولا من حفى حتّى تلاقى محمدا
متى ما تناخى عند باب ابن هاشم  ¤  تراخى وتلقى من فواضله ندى
نبىّ يرى ما لا يرون وذكره  ¤  اغار (لعمرى) فى البلاد وانجدا
له صدقات ما تغب ونائل  ¤  وليس عطاء اليوم يمنعه غدا
"Demi Allah, onta ini tidak akan aku kasihani dari keletihannya, dan dari sakit kakinya sebelum dapat bertemu dengan Muhammad"
"Nanti jika kau telah sampai ke pintu Ibnu Hasyim, kau akan dapat beristirahat dan akan mendapatkan pemberiannya yang berlimpah-limpah"
"Seorang Nabi yang dapat mengetahui sesuatu yang tak dapat dilihat oleh mereka, dan namanya telah tersiar di seluruh negeri dan di daerah Nejed"
"Pemberiannya tidak akan terputus selamanya, dan pemberiaannya sekarang tidak akan mencegah pemberiannya di hari esok"

c.                   ANTARAH BIN SYADDAD AL-ABSI
Nasab Keluarga Dan Kabilah
Penyair ini dilahirkan dari ayah seorang bangsawan Absi dan ibu dari kalangan budak Habsyi. Ia mewarisi kulit hitam dari ibunya, sehingga orang mengira ia bukan berdarah Arab, bibirnya terbelah (memble) seperti ibunya, sehingga orang sering memanggilnya dengan julukan Antarah al-Falha'u yaitu "Antarah si bibir memble".
Dalam adat-istiadat Jahiliyyah, anak yang terlahir dari ibu seorang budak, tidak akan mendapatkan pengakuan dari sang ayah, kecuali dia dapat memiliki sifat mulia berupa kedermawanan dan keberanian.
Oleh karena itu, ayah penyair ini tidak mau mengakuinya sebagai anak kandung, bahkan menganggapnya sebagai seorang budak yang dapat disuruh untuk mengembala ternak. Perlakuan ayahnya itu, telah membuat hati penyair ini sangat tertekan. Bahkan pamannya sendiri telah ikut menghalangi puteri yang bernama Ablah untuk bercinta dengannya, sebab pamannya menganggap bahwa tidaklah pantas mengawinkan puterinya dengan seorang anak budak.
Tekanan-tekanan psikologis itu telah membuatnya keras terhadap semua orang, bahkan terhadap ayahnya sendiri. Kebenciaannya terhadap sang ayah, terlihat ketika ayahnya memerintahkannya untuk berperang melawan musuh yang datang menyerbu, mendengar ajakan ayahnya itu, ia berkata:
"Sesungguhnya seorang budak tidaklah layak untuk berperang, tetapi hanya layak untuk menjaga ternah dan memerah susu saja".
Ucapan Antarah tersebut dirasakan oleh ayahnya sebagai penderitaan batin seorang anak, maka setelah mendengar ucapannya itu, akhirnya sang ayah mengakuinya sebagai anak, dengan berkata: "Berperanglah kamu, karena sesungguhnya kamu adalah seorang yang merdeka (bukan lagi seorang budak)". Dan sejak saat itu nama nasab orang tuanya selalu diikutkan dengan nama asli penyair ini. Dan sejak itu pula nama penyair ini selalu disebut orang dalam segala macam pertempuran.
Keberanian Antarah mengilhami keberanian orang Arab dalam berperang di dalam maupun di luar jazirah Arab, seperti ketika melawan Romawi, Ethopia, Iran, Perancis, Afrika Utara, dan Andalus melawan tentara Salib. Bahkan dengan namanya yang agak terdengar angker, penyair ini lebih dikenal sebagai seorang pahlawan yang amat ditakuti oleh lawan-lawannya. Sehingga pribadi penyair ini, kelak pada masa Daulat Fatimiyyah, sering diagungkan dengan penulisan kisah kepahlawanan yang dinisbatkan kepada pribadi penyair ini.
Puisi-Puisinya
Pada mulanya penyair ini tidak terkenal sebagai penayir ulung, tetapi untungnya sejak muda penyair ini telah menyimpan bakat untuk berpuisi. Dan bakat inilah yang mendorong untuk meningkatkan prestasinya dalam berpuisi. Kebanyakan puisinya dikumpulkan dalam mu'allaqadnya yang sangat panjang.
Adapun penyebab yang mendorongnya untuk mencipatakan mu'allaqadnya adalah bahwa pada suatu hari penyair ini diejek orang di majelis ayahnya setelah diakuinya sebagai anak oleh ayahnya, di mana ia diejek dari keturunan ibunya yang merupakan seorang budak, sehingga membuatnya marah dan berkata:
"إنى لاحضر البأس واوفى المغنم واعفّ عند المسئلة واجود بما ملكت يدى وأفصّل الخطة والصّماء, قال له الرجل : "أنا أشعر منك" قال: "ستعلم ذلك"
"Aku adalah seorang yang gemar menghadiri pertempuran, aku adalah orang yang paling adil, dan aku tidak pernah meminta dan aku selalu dermawan dengan yang kumiliki dan aku adalah pembuka jalan buntu. Orang yang menejeknya berkata: "Aku lebih fasih dalam berpuisi daripada kamu". Lalu Antarah berkata: "Akan kamu lihat kelak kefasihanku!"
Sejak saat itu, Antarah mulai merangkum kasidah mu'allaqadnya yang mengisahkan percintaan dengan kekasihnya yang bernama Ablah. Selain itu, ia juga mengisahkan tentang keberanian dan keagungan dirinya dalam medan pertempuran.
Para ahli sastra Arab menggolongkan puisi Antarah ke dalam kelas tertinggi dalam menggambarkan dan mensifati segala kejadian yang dialaminya. Dalam salah sati bait puisinya, penyair ini menerangkan kepada kekasihnya bahwa ia adalah seorang yang baik bila ia tidak diganggu dan dirampas miliknya. Akan tetapi, jika ia diganggu, maka ia akan membalas perbuatan orang itu dengan kekerasan yang dapat dijadikan pelajaran selama hidup orang yang menggangunya. Seperti contoh di bawah ini[2]:
اثنى عليّ بما علمت فإننى  ¤  سمح مخالفتى اذا لم اظلم
واذا أظلمت فإنى ظلمى باسل  ¤  مرّ مذاقته كطعم العلقم
"Pujilah aku (wahai kekasihku) dari apa yang kamu ketahui dari kelakuan baikku. Sesungguhnya aku adalah seorang yang lemah lembut bila tidak dizalimi oleh siapa pun"
"Namun, jika aku dizalimi oleh seseorang, maka aku akan membalasnya dengan balasan yang lebih keras dari kezalimannya"
Selain itu penyair ini mempunyai sifat dermawan kepada siapa pun, karena sifat inilah yang paling disukai oleh bangsa Arab dan selalu dibanggakan. Dalam hal ini penyair ini menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang yang sangat dermawan dan suka menolong orang lain walaupun itu dalam keadaan yang tidak sadar, seperti dalam keadaan mabuk, yang mana biasanya dalam keadaan seperti itu tidak mungkin seorang akan berlaku baik ataupun berderma.
Namun, penyair ini masih tetap bisa melakukan kebaikan dan berderma walaupun dalam keadaan mabuk, hal itu dapat dilihat dari bait puisinya di bawah ini:
فإذا شربت فإننى مستهلك  ¤  مالى وعرضى وافر لم يكلم
وإذا صحوت فما أقصّر عن ندى  ¤  وكما علمت شمائلى وتكرّمى
"Jika aku sedang minum arak, maka aku akan menghabiskan seluruh hartaku untuk menjamu kawan-kawanku, dan hal itu tidak akan merusak kehormatanku"
"Dan jika aku telah sadar dari mabukku, maka aku akan menghamburkan hartaku untuk berderma, sebagaimana telah kamu ketahui akan budi perkerti baikku ini (berbanggalah wahai kekasihku dengan segala budi pekertiku seperti ini)"

Antarah selain terkenal sebagai penyair ulung, juga terkenal sebagai seorang pahlawan yang gagah berani di medan peperangan. Gambaran akan kegagahannya dalam berperang dapat dilihat dalam bait puisi di bawah ini

هلاّ سألت الخيل ياابنة ملك  ¤  إن كنت جاهلة بما لم تعلمى
إذ لا أزال على رحالة سابح  ¤  نهد تعاوره الكماة مكلّم
طورا يجرّد للطّعان وتارة  ¤  يأوى إلى حصد القسىّ عرمرم
يخبرك من شهد الوقيعة أنّنى  ¤  اغشى الوغى واعفّ عند المغنم
ومدجّج كره الكماة نزاله  ¤  لا ممعن هربا ولا مستسلم
جادت له كفّى بعاجل طعنة  ¤  بمثقّف صدق الكعوب مقوّم
فشككت بالرّمح الأصمّ ثيابه  ¤  ليس الكريم على القنا بمحرّم
فتركته جزر السّباع ينشنه  ¤  يقضمن حسن بنائه والمعصم

"Wahai puteri Malik, tidakkah engkau tanyakan kepada ksatria itu tentang diriku di medan peperangan, jika engkau  tidak tahu?"
"Tidakkah engkau tanyakan kepada ksatria itu tentang diriku ketika aku sedang berada di atas kuda yang dilukai oleh musuh?"
"Ada kalanya aku bawa kuda itu untuk menyerang musuh, namun adakalanya aku membawa kudaku untuk bergabung dengan pasukan yang banyak"
"Jika kamu bertanya tentang diriku pada orang yang hadir dalam peperangan itu, maka mereka akan memberitahukan kepadamu bahwa aku adalah orang yang selalu maju (berada di depan) dalam setiap peperangan dan aku orang yang tidak tamak dalam pembagian rampasan perang"
"Adakalanya ada ksatria yang berani dan sangat ditakuti oleh musuhnya dan tidak mau menyerah"
"Namun tanganku buru-buru menerkamnya dengan tusukan tombak yang kuat"
"Dan ketika ksatria itu aku tusuk dengan tombak yang keras, yang dapat menembus baju jirahnya. Dan orang bangsawan pun tidak mustahil untuk terbunuh"
"Setelah ksatria itu terbunuh, maka aku tinggalkan begitu saja agar menjadi santapan binatang buas yang akan menghancurkan jari tangan dan lengannya yang bagus itu"
THARAFAH BIN ABDUL BAKRI AL-WA'ILLI
Nasab Keluarga Dan Kabilah
Amru bin al-`Abd al-Bakri adalah salah seorang tokoh terkemuka pada zaman Jahiliyyah, dan berumur pendek. Ia juga seorang penyair yang memiliki puisi-puisi panjang dan indah, dan yang paling bagus dalam melukiskan unta dalam puisinya. Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih kecil, kemudian ia diasuh oleh para pamannya. Ia cenderung melakukan hal-hal yang buruk, hidup berfoya-foya, dan suka mengambil hak milik orang lain, sehingga keluarga dan kaumnya mencercanya, bahkan Amru bin Hindun salah seorang raja Arab yang memimpin kerajaan Hirah pun ikut mencercanya, meskipun ia mencari kebajikan dan pemberian raja tersebut.
Sampailah berita kepada Amru bin Hindun tentang cercaan Tharafah kepadanya, maka Amru bin Hindun pun membencinya. Ketika Tharafah datang kepadanya bersama pamannya, al-Multamis, untuk meminta hadiah, sementara Amru bin Hindun telah mendapat kabar tentang al-Multamis seperti kabar tentang Tharafah.
Akan tetapi, agar kebencian Amru bin Hindun tetap memperlihatkan sikap ceria dan kesukaan mereka keduanya. untuk menenangkan mereka berdua dan memerintahkan kepada masing-masing mereka diberi hadiah. Sang raja menulis surat untuk masing-masing mereka yang ditujukan kepada Gubenur Bahrain untuk melaksanakan isi surat itu. Ketika keduanya dalam perjalanan menuju Bahrain, al-Multamis merasa curiga dengan surat itu, lalu ia menghentikan perjalanannya dan meminta salah seorang budak untuk membacakan isi surat itu.
Namun, Tharafah tidak mau berhenti, ia terus melanjutkan perjalanannya. Setelah dibuka ternyata isi surat itu adalah perintah kepada Gubenur Bahrain untuk membunuh mereka berdua. Al-Multamis melemparkan surat itu dan bermaksud menyusul Tharafah, tetapi tidak dapat tersusul, lalu ia melarikan diri dan meminta perlindungan kepada raja Ghassan. Sementara itu, Tharafah terus melanjutkan perjalanannya untuk menjumpai Gubenur Bahrain. Di sanalah ia terbunuh dalam usia sekitar dua puluh lima tahun.

Puisi-Puisinya
Tharafah menciptakan puisi sejak ia masih kanak-kanak dan dia muncul dalam bidang itu sehingga dalam usia belum mencapai dua puluh tahun ia sudah terhitung sebagai tokoh penyair terkemuka. Puisi panjangnya yang melukiskan unta uang terdiri dari 35 bait, merupakan puisi yang belum pernah ada seorang penyair pun yang menciptakan puisi seperti itu sebelumnya. Mu'allaqat-nya termasuk mu'allaqat yang paling indah, paling banyak memuat kata-kata unik, sarat dengan makna, dan tepat dalam penempatan kata (diksi). Diriwayatkan pula selain mu'allaqat, puisinya ada berbentuk lain, tetapi sangat sedikit bila dibandingkan dengan populeritasnya. Kiranya hal ini menunjukkan kepada kenyataan bahwa perawi itu tidak mengetahui lebih banyak mengenai puisinya atau dengan kata lain mereka (para perawi) kehilangan jejak dari kebanyakan puisi Tharafah.
Tharafah bagus sekali ketika memaparkan washf dalam puisinya, dengan singkat dan menjelaskan hakekat dengan tujuan yang melampaui batas, terikat dalam sebagian susunan kata dan lepas bebas dalam penjelasan kata dan makna yang tersembunyi. Demikian pula puisi hija'-nya (cercaan) nadanya keras sekali. Bait puisi mu'allaqat-nya adalah:
لخولة أطلال ببرقة ثهمد  ¤  تلوح كباقى الوشم فى ظاهر اليد
"Untuk mengenang Khaulah ada reruntuhan di tanah berbatuan Tsahmada yang menyembul bagai kulit mengeras di permukaan telapak tangan"
Di antara bait-bait puisinya yang paling indah adalah:
أرى الموت يعتام الكرام ويصطفى  ¤  عقيلة مال الفاحش المتشدد
ألاى العيش كنـزا ناقصا كل ليلة  ¤  وما تنقص الأيام والدهر ينفد
لعمرك إن الموت (ما أخطأ الفتى)  ¤  لكالطول المرخى وثنياه باليد
متى ما يشأ يوما يقده لحتفه  ¤  ومن يك فى حبل المنية ينقد

"Aku melihat sang maut memilih orang mulia sejati, juga memilih orang mulia karena harta yang dia dapatkan melalui perbuatan jahat dan kejam"
"Aku lihat kehidupan adalah harta simpanan yang terus berkurang setiap malam"
"Demi Tuhan pemberi usiamu, sungguh sang maut itu (tidak akan menerkam pemuda) sungguh, dia bagaikan tali pengikat binatang yang salah satu ujungnya di genggaman tangan"
"Di suatu hari, kapan saja dia mau, dia akan menyeretmu, barang siapa dalam ikatan kematian, dia pasti akan mati"
Di antara bait-bait puisinya yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat adalah:
وظلم ذوى القربى أشد مضاضة  ¤  على المرء من وقع الحسام المهند
أرى الموت أعداد النفوس ولا أرى  ¤  بعيدا غدا ما أقرب اليوم من غد
ستبدى لك الأيام ما كنت جاهلا  ¤  ويأتيك بالأخبار من لم تزود

"Orang yang mendzalimi kerabat dekat lebih jahat daripada tusukan panah beracun"
"Kulihat sang maut merenggut jiwa-jiwa dan esok hari tidak kulihat sebagai saat yang jauh, betapa dekatnya hari ini dari hari esok"
"Hari-hari akan memperlihatkan kepadamu apa yang dulu kau tidak ketahuim, akan datang kepadamu dengan membawa berbagai berita
قد يبعث الأمر الصغير كبيره  ¤  حتى تظل له الدماء تصبب
"Kadang kala persoalan kecil tumbuh menjadi besar, hingga karenanya darah pun terus mengucur"

Di antara puisi-puisi fakhr-nya adalah:
نحن فى المشتاة ندعو الجفلى  ¤  لا ترى الآدب فينا ينتقر
حين قال الناس فى مجلسهم  ¤  أقتار ذاك أم ريح قطر
بجفان تعترى نادينا  ¤  من سديف حين هاج الصنبر
كالجوانى لاتنى مترعة  ¤  لقرى الأضياف أو للمتحضر
ثم لا لا يخزن فينا لحمها  ¤  إنما يخزن لحم المدخر
ولقد تعلم بكر أننا  ¤  آفة الجزر مساميح يسر
ولقد تعلم بكر أننا  ¤  فاضلو الرأى وفى الروع وقر
يكشفون الضر عن ذى ضرهم  ¤  ويبرون على الآبى المبر
فضل أحلامهم عن جارهم  ¤  رحب الأذرع بالخير أمر
ذلق فى غارة مسفوحة  ¤  ولدى البأس حماة ما نفر
نمسك الخيل على مكروهها  ¤  حين لا يمسكها إلا الصير
"Di musim paceklik, kami mengundang semua orang ke perjamuan, dan kamu tidak akan melihat para pejamu dari kami memilih-milih orang yang diundang"
"Di kala orang-orang berkata di tempat duduk mereka, apakah ini aroma daging bakar atau harum kayu cendana?"
"Kami tahu dan anggota perkumpulan kami pada datang mengerumuni perapian berminyak lemak kala dingin kian menusuk"
"Bagaikan telaga besar yang airnya terus mengalir untuk memuliakan para tamu atau untuk orang-orang yang hadir bersama kami"
"Lalu daging-daging itu tidaklah kami simpan yang disimpan hanyalah daging yang dikeringkan"
"Kabilah Bakr sungguh telah tahu bahwa kami mudah menyembelih kambing dan mudah berderma"
"Kabilah Bakr sungguh telah bahwa kami mengutamakan akal, sehingga dalam menghadapi bencana tidak terguncang"
"Kami dapat menyingkap bencana dari mereka yang dihimpit oleh kesulitan dan kami mampu mengalahkan orang-orang yang sebelumnya tidak terkalahkan"
"Mimpi-mimpi mereka lebih unggul daripada tetangga mereka tangannya luas dengan berbagai kebajikan"
"Bersegera menghunus pedang maju ke medan perang untuk menumpahkan darah, menghadapi keganasan medan perang tetap tegar tidak melakukan desersi"
"Memegang teguh kendali kuda, walaupun kuda itu menjadi semakin liar, yang mampu mengendalikannya saat itu hanyalah orang-orang yang tanggu

5. SIMPULAN

Sebenarnya cukup sulit untuk membuat simpulan dari paper ini, apalagi disuruh untuk mengurutkannya siapakah yang pertama, yang menduduki posisi kedua dan seterusnya yang ketiga, kalu para ahli sastra sepakat untuk mengurutkan Umul Qais yang pertama dan yang kedua Zuhair bin Abi Sulma, dan yang terakhir yang ketiga Nabigah Adz Zibyany. penulis sepakati itu semua tetapi penulis mempunyai presepsi lain. Yang mungkin kedengarannya bisa diterima dan masuk akal. sebelum itu penulis akan memberikan sedikit ulasan kelebihan dan kekurangan ketiga penyair satra arab jahili ini;

Dari segi imajinasi/daya khayal dan pemikirannya: mulai dari Umrul Qais penyair ini banyak menyandarkan pada kekuatan daya khayalnya dan pengalamannya dalam mengembara, bahasanya sangat tinggi sekali dan isinya sangat padat. kedua dari Nabigah Adz Dzubany dayahayal dan imajinasinya juga tinggi tetapi kebanyakan dari isi syair yang dibuat adalah sebuah realitas sosial yang ada pada tatanan masyarakat pada yaktu itu seprti tertuang pada syair maddah dan i’tidzarnya. Yang ketiga dari Zuhair bin Abi Sulma saya rasa banyak syair yang beliau ciptakan tetapi yang paling terkenal adalah puisi tentang hikmatnya, yang terbentuk dari realitas sosial sama seperti Nabigah.

Penemuan yang diciptakan Umrul Qais dianggap orang pertama yang menciptakan cara menarik perhatian dengan jalan Istifokus Sohby yakni Cara mengajak orang untuk berhenti pada puing reruntuhan bekas rumah kekasihnya (tempat yang berhubungan dengan kisah cinta) sekedar mengenang masa indah yang telah berlalu akan cintanya. Umrul Qais juga dianggap sebagai penyair pertama dengan mensifati kecantikan seorang wanita dengan mengupamakannya dengan seekor kijang yang panjang lehernya, karena wanita yang panjang lehernya menandakan sebagai seorang wanita cantik dan rupawan. Penemuan yang diciptakan Nabigah ialah pesona kelembutan permohonan maaf dan mendatangkan kerelan manakala kemujuran itu luput darinya dalam puisi i’tidzarnya. terus dalam puisi maddahnya ia memberikan terobosan baru yakni melakukan perluasan dan pendalaman dalam jenis puisi itu sehingga ia mampu memuji dengan kontradiktif. Dan secara totalitas keindahan dan keharmonisan komposisi dan sedikit kamuflase dalam karyanya. Sedangkan Zuhair penyair ini dianggap sebagai orang pertama yang menciptakan kata hikmat dalam puisi arab, ia tidak memuji dengan keadaannya, kata-katanya sopan tidak seperti Umrul Qais dan penyair jahiliah lain. Dan ia penyair pertama yang memadukan Amsal (pribahasa) dan kata hikmah. memadukan prosa dan syair pada masa itu, yang membuka pintu masuknya kata-kata hikmah dan amsal kedalam puisi arab

Keindahan syairnya Umrul Qais terletak pada caranya yang halus dalam syair ghazalnya. Pemilihan kata/diksinya baik terkadang menandung isi/makna kebadwian atau kering. Tetapi itu tak jadi permasalahan yang krusial. Ditambah dengan istirah/kata kiasan dan perumpamaan. Sehingga banyak orang beranggapan bahwa dialah yang menciptakan perumpamaan dalam syair arab. Hanya saja kadang-kadang syairnya tidak luput dari perumpamaan yang cabul/porno terutama ketika membicarakan kaum wanita seperti yang penulis katakan diatas, tetapi perumpamaan ini tidak mengurangi nilai syairnya karena kadar kecabulannya tidak terlalu berlebihan. Disamping itu perumpamaan kecabulannya tersebut merupakan kebiasaan bagi setiap penyair arab.sedangkan Nabigah sangat berbakat dalam berpuisi setiap tahun sekali di pasar Ukadz ia menjadi dewan juri perlombaan puisi banyak orang berbondong-bondong untuk mendengarkan dan melihat Nabigah membaca puisi. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas keindahannya terletak pada totalitas keindahan dan keharmonisan komposisi dan sedikit kamuplase dalam karyanya, pemilihan kata/diksinya baik jelas singkat dan mendalam. Ia terkenal dengan puisi maddah dan i’tidzarnya. Sedangkan Zuhair terkenal dengan pemilihan kata/diksi yang baik dan sopan dibanding kedua penyair diatas tadi, ia tidak memuji dengan keadaannya, kata-katanya sopan tidak seperti Umrul Qais dan penyair jahili lain. Dan ia penyair pertama yang memadukan Amsal (pribahasa) dan kata hikmah. memadukan prosa dan syair pada masa itu, yang membuka pintu masuknya kata-kata hikmah dan amsal kedalam puisi arab dan yang lebih penting lagi terkenal dengan kejuhudannya dalam berkarya dan menginpletasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Saya rasa tidak ada yang mempertanyakan lagi kenapa Umrul Qais dijadikan raja dari segala raja penyair arab disamping temuannya cakup banyak ia juga membawa pengaruh besar terhadap penyair yang akan datang dan saya rasa pengaruh penyair ini terasa dalam setiap penyair arab jahili termasuk Nabigah dan Zuhair yang masih jadi perdebatan adalah siapakah yang menduduki posisi kedua. Alasan penulis menulis Nabigoh terlebuh dahulu dibanding zuhair ialah penulis yakin betul bahwa nilai karya sastra dalam hal ini syair Nabigah lebih berpengaruh dibanding Zuhair alasanya penulis ini banyak menulis syair bukan hanya pada maddah dan i’tidzarnya melainkan semua karya syair secara totalitas dan saya yakin Zuhairpun demikian. tetapi Zuhair itu terbatas pada syair hikmahnya meskipun ia berhasil memadukan antara prosa dan syair pada masa arab jahili tetapi ia terlalu membatasi karya satra pada aspek kebenarannya dan itu merupakan kelemahan zuhar yang paling vital, saya rasa karya seni atu satra bukan dinilai dari benar atau salahnya, buruk atau jeleknya moral yang dibangun tetapi nilai sastranya. sejatinya adalah bagaimana si penyair bisa menghanyutkan si penikmat seni itu sendiri dan membawanya kedalam dunianya. itu dimiliki oleh Umrul Qais dan Nabigah sedangkan Zuhair tidak tidak begitu kenyataannya. Yang kedua pengaruh dari Nabigah sudah jelas dalm puisi maddah, i’tidzarnya dll, dengan ia menjadi dewan juri di perlombaan puisi di pasar ukadz. itu menjadi bukti riil bahwwa Nabigoh lebih mempunyai pengaruh secara totalitas dan diakui. sedangkam Zuhair hanya berpengaruh pada satu tema syair hikmahnya dan berpengaruh pada peminat syair hikmah saja dan itu jelas mempersempit pengaruh zuhair dalam syair arab jahili.

Kendati pengaruh syair hikmah sangat kuat dalam syair arab apalagi setelah datangnya islam akan tetapi penulis mengambil bukan dari sudut Islam ataupun kejuhudan dan ketawaduan orang-orang arab, akan tetapi penulis mengambil sudut pandang dari karya sastra arab secara totalitas yakni semua jenis syair yang ada, dan masalah sejarah. yakni siapa yang lebih hidup lebih awal dan banyak karya yang di bangun. Pada masa arab jahili banyak sekali karya sastra terutama syair yang diciptan tetapi musnah karena waktu dan dimakan zaman. Kalau kita mengkaji lebih dalam karya sastra arab jahili sangat tinggi sekali dan mungkin sepadan atau lebih dengan sajak Homer dari Yunani yang menjdi kebanggan Eropa. Jangan sampai kebudayaan arab hilang terutama kebudayaan islam, apalagi kebudayaan arab dan islam yang ada dispsnyol (andalusia). Sungguh ironis Arab/Islam yang telah meruntuhkan dua kerajaan besar ditimur Persia dan di barat Romawi yang menguasai dunia berabad-abad, harus sirna padahal islam menguasai dunia lebih dari tujuh abad bisa terkikis habis kebudayaannya, terutama di sepanyol tadi yang pernah menjadi pusat peradaban dan pengetahuan Arab/Islam






DAFTAR PUSTAKA

Ali Al-Mudhar, Yunus dan H Bey, Arifin. 1983. Sejarah Kesustraan Arab, Surabaya: PT Bina Ilmu.
Al-Iskandary, Ahmad dan Anany, Musthofa. 1916. Al-Wasit Fi Al-Adab Al-Arabi, Watarikhuhu. Mesir: Dar Al-Ma’arif.
Al-Zauzini, Ahmad Ibn Al-Husain. Syarh Al-Muallaqot Al-Sabng’u. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Bunyamin Bahrum. 2003. Sastra Arab Jahili (Pra Islam), Terjemahan Al-Adab Al-Arabiyah Al-Jahiliyah. Yogyakarta: Abad Perss.
H. Wargadinata, Wildana dan Fitriani, Laily. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press.
Muzakki, Ahmad. 2006. Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Penulis Adalah Salah Satu Mahasiswa Fakultas Adab Jurusan BSA Konsertasi Sastra Aktif Di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) KOMISARIAT ADAB YOGYAKARTA /Email:ukonpurkonudin@yahoo.com/kunjungi di http//rubahberekorsembilan.blogspot.com/
sumber : tarikh adab araby syauqi dhoif al asr jahiliy
              tarikh adab araby ahmad hasan adz zibyat


1 komentar:

handapeunpost