Pages

Rabu, 27 Juni 2012

Sistem Kemasyarakatan Mesir Di masa Hosni Mubarok


Muhammad Rizky
Sastra Asia Barat
FIB UGM


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Sistem Kemasyarakatan Mesir di Masa Hosni Mubarok”
Laporan  makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Kebudayaan Arab di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada semester genap.
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang bagaimana sistem kemasyarakatan di mesir pada masa Hosni mubarok dalam membangun sistem pemerintahan yang sangat tidak harmonis antara  masyarakat dengan penguasa hingga akhirnya revolusipun  bangkit untuk mengubah tatanan pemerintahan sesuai keinginan masyarakat mesir pada masa itu.
Dalam penulisan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada dosen pengajara mata kuliah Kebudayaan Arab Dr.Fadlil Munawwar Manshur,M.A
Serta kerabat-kerabat dekat dan rekan-rekan seperjuangan yang saya banggakan. Semoga Allah SWT, memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan juga jika ada yang kurang bagus saya sangat menerima keritik demi kemajuan saya.


PERMASALAHAN
Tidak banyak orang mengenal Mubarak ketika dia menjabat wakil presiden sebelum pembunuhan atas Presiden Anwar Sadat tahun 1981. Ketika dia menggantikan Anwar Sadat sebagai presiden, tidak banyak juga orang yang mengira dia bisa bertahan dalam jabatan itu selama lebih dari tiga dasawarsa. Husni Mubarak memerintah dengan gaya mirip militer. Sejak pertama kali menjabat presiden sampai sekarang, Mubarak masih memberlakukan undang-undang darurat. Pemerintah memiliki wewenang besar untuk menahan siapapun dan membatasi kebebasan-kebebasan mendasar. Demokrasi pada masa kekuasaan Hosni Mubarak tidak mendapat tempat. Masyarakat Mesir tidak ada yang berani menyampaikan perbedaan pendapat. Diskusi mulai dilakukan di jejaring sosial, termasuk diskusi untuk membuat gerakan tanggal 25 Januari lalu, yang menjadi awal gerakan turun ke jalan menyerukan agar Mubarak turun. Di laman jejaring sosial, mereka tak lagi merasa takut menyuarakan pendapat, termasuk menyusun gerakan.
Ada tiga skenario yang bisa diambil militer Mesir :
1.      Pertama, militer mengambil alih kekuasaan langsung yang sekarang secara de facto sudah berada di tangan mereka.
2.      Kedua, militer meminta Mubarak mundur untuk membuka jalan ke arah demokrasi di Mesir dan  menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan transisi sipil, seperti yang terjadi di Tunisia saat ini.
3.      Ketiga, militer mempertahankan rezim Mubarak dengan transaksi politik tertentu seperti Mubarak harus membuka keran demokrasi dan memenuhi tuntutan rakyat, seperti reformasi sosial dan ekonomi untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Mubarak juga diminta tidak mencalonkan lagi dalam pemilu presiden di Mesir pada September tahun ini. Mubarak juga diminta tidak mewariskan kekuasaan kepada putranya, Gamal Mubarak.

PEMBAHASAN
Mesir menganut Sistem Pemerintahan Republik sejak 18 Juni 1953 dengan seorang presiden sebagai kepala negara yang digulingkan beberapa waktu lalu yaitu Mohammed Hosni Mubarak dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan yang saat ini dijabat oleh Essam Sharaf. Dalam sistem perpolitikan tidak terlepas dari peran masyarakat dan rakyat sebagai check and balance agar terwujud good government. Kekuasaan di Mesir diatur dengan sistem semipresidensial multipartai. Secara teoritis, kekuasaan eksekutif dibagi antara presiden dan perdana menteri namun dalam prakteknya kekuasaan terpusat pada presiden, yang selama ini dipilih dalam pemilu dengan kandidat tunggal. Mesir juga mengadakan pemilu parlemen multipartai. Seperti layaknya pemerintahan pada umumnya yaitu kepala negara dibantu oleh para menteri-menteri untuk membantu tugas presiden dalam melayani dan mengabdi kepada rakyat. Mubarak ditunjuk sebagai wakil presiden setelah pangkatnya naik di jajaran Angkatan Udara Mesir. Kemudian, ia menjadi presiden untuk menggantikan presiden Anwar Al Sadat yang terbunuh pada 6 Oktober 1981 oleh kelompok Islam “radikal”. Ia merupakan Presiden Mesir kelima untuk masa jabatan lebih dari 30 tahun sejak menjabat pada tahun 1981. Sebagai Presiden Mesir, ia dianggap sebagai pemimpin yang paling berkuasa di wilayahnya.
Muhammad Husni Sayid Mubarak dilahirkan tahun 1928 di desa kecil di provinsi Menofya dekat Kairo. Saat masih belajar di perguruan tinggi, ia bergabung dengan Akademi Militer, Presiden Mubarak memiliki kuasa yang luas atas Mesir. Bahkan, dia dianggap banyak orang sebagai seorang diktator, meskipun moderat. Ia dikenal karena posisinya yang netral dalam Konflik Israel-Palestina dan sering terlibat dalam negosiasi antar kedua pihak. Bagi kalangan Islami baik yang moderat maupun yang radikal, Mubarak tidak lebih merupakan sosok yang mirip dengan Anwar Saddat yang tewas terbunuh. Meski dinilai cukup moderat, namun banyak kebijakan-kebijakan era pemerintahannya justru menekan Islam yang merupakan dasar negara resmi Mesir.
Meski gerakan Salafi Mesir bisa dikatakan non politis bahkan sempat dikabarkan salah seorang ulama mereka mewajibkan “bai’at” terhadap kepemimpinan Mubarak hingga mengeluarkan fatwa hukuman mati terhadap orang yang berani menentang Mubarak, dan ini menimpa tokoh oposisi Elbaradei yang menyerukan unjuk rasa massal menentang rezim Mubarak. Namun bagi Mubarak hal tersebut tidak berlaku. Saking kejamnya polisi Mesir dan intelijennya, mahasiswa Al-Azhar di Kairo sampai takut untuk menuliskan nama mereka atau organisasi mereka jika menulis artikel tentang “Mesir” di situs eramuslim. Mungkin mereka lebih tahu bagaimana perilaku aparat keamanan Mesir, hal ini terbukti dengan kasus penyiksaan beberapa mahasiswa Indonesia yang ada di Kairo oleh polisi Mesir. Penangkapan para mahasiswa tersebut salah satu alasannya, karena salah seorang mahasiswa menempel poster Hamas dan Syaikh Ahmad Yassin di kamar mereka.
Pada tanggal 7 September 2005 yang lalu, Mesir menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung dengan sistem multikandidat untuk pertama kalinya. Setelah sebelumnya, pemilihan presiden berasal dari calon tunggal dan melalui referendum. Tentu saja, kandidat terkuat tetap dipegang oleh presiden Mesir yang lalu, Hosni Mubarak dari Partai Nasional Demokrasi. Meskipun ada dua kandidat lain dari kelompok oposisi yang cukup dikenal, yaitu Noaman Gomaa dari Partai Wafd dan Ayman Nour dari Partai Ghad tidak memberikan perlawanan yang cukup. Pada tanggal 9 September 2005 Ketua Pemilu Mesir mengumumkan hasil akhir penghitungan suara yang menunjukkan kemenangan mutlak Hosni Mubarak dengan jumlah 6.316.786 suara (88,6%) dari 7.305.063 suara yang masuk, Ayman Nour memperoleh 540.405 suara (7,6%), dan Noaman Gomaa memperoleh 208.891 suara (2,9%).
Tuduhan-tuduhan kecurangan pun dilayangkan dalam pemilu kali ini, terutama kepada kubu Hosni Mubarak. Para pemantau lokal dan partai-partai oposisi melaporkan terjadi penekanan-penekanan dan intimidasi dari Partai Demokrasi Nasional di seluruh TPS-TPS di Mesir. Selain itu, Partai Nasional Demokrat yang merupakan partai dari Hosni Mubarak, juga menjanjikan makanan dan uang kepada warga miskin jika mencoblos Hosni Mubarak. Dalam pemilu kali ini pun Mesir menolak mengizinkan pengamat internasional memantau pemilihan ini dan baru mengizinkan para pemantau lokal masuk TPS dua jam sebelum pemilihan dimulai. Dari hal diatas jelas terlihat bahwa terdapat kejanggalan-kejanggalan yang cenderung menunjukkan kepada kecurangan.
Pada awal dari karier panjang Mubarak sebagai penguasa Mesir. Pada awal 2000-an, Mubarak mulai mewacanakan rencana untuk mundur dan menunjuk sang anak, Gamal Mubarak, sebagai sang suksesor. Penolakan pun langsung muncul dari seantero Mesir, seperti yang terjadi di Kefaya tahun 2005. Di tahun yang sama, Parlemen Mesir yang mayoritas dihuni pendukung Mubarak, merevisi aturan pemilu presiden yang memungkinkan terjadinya kontestasi dalam menduduki tampuk kekuasaan Mesir.
Ketatnya syarat pencalonan presiden yang dapat mengakibatkan terganjalnya calon dari oposisi, pemilu demi pemilu digelar tapi Mubarak tetap jadi pemenangnya. Partai Nasional Demokratik (NDP) yang menjadi pendukung utamanya selalu mengendalikan parlemen, kemenangan mayoritas NDP ini mencuatkan kecurigaan kalangan oposisi adanya kecurangan yang dilakukan pemerintah. Pascapemilu 2010, gerakan massa oposisi mulai mendengungkan ide perubahan, gerakan bawah tanah yang berlangsung di sejumlah universitas dan komunitas masyarakat ini, mencapai puncaknya pada Januari 2011 di Lapangan Tahrir. Akhirnya, setelah sekitar dua juta demonstran di Lapangan Tahrir mengancam akan menjatuhkan presiden secara paksa, itulah yang kini menggerakkan para pemuda Mesir tanpa dipandu seorang tokoh, atau kekuatan politik tertentu dengan segala latar belakang ideologinya, Mereka mengusung isu yang sama, yaitu kemiskinan, pengangguran, kehilangan harapan masa depan, ketertutupan politik, tiadanya kebebasan, dan manipulasi pemilu. Kondisi buruk semacam itulah yang kini ditemui generasi baru di dunia Arab, termasuk Mesir. Maka, tidak heran bila mereka yang turun ke jalan adalah para pemuda berusia 17 tahunan hingga 30 tahun. Di Mesir, para pemuda itu sejak lahir hingga remaja hanya mengenal Hosni Mubarak sebagai presiden. Korban terbesar akibat kondisi ekonomi dan politik yang buruk itu adalah para pemuda atau generasi muda yang tumbuh berkembang di era internet ini. Mereka menjadi putus asa dan kehilangan harapan masa depan. Teknologi internet dengan sistem jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter, membuat para pemuda segera mengetahui dan menyadari kondisi sulit yang dialami.
Sekitar 40 persen dari 80 juta jiwa penduduk Mesir disinyalir hanya berpendapatan kurang dari 2 dollar AS per hari. Terinspirasi ”Revolusi Tunisia”, para pemuda Mesir kini tidak takut lagi terhadap sikap represif aparat keamanan yang biasa mereka temui sebelum ini. dan kemudian berlanjut pada intifadah besar, para pemuda Mesir berhasil memenangi pertarungan dengan aparat keamanan. Di beberapa tempat di kota Kairo, aparat keamanan terpaksa mundur menghadapi ratusan ribu pemuda. Bahkan, di kota Alexandria, polisi dan aparat keamanan lari tunggang langgang, gentar menghadapi massa yang berjumlah 500.000 orang yang sebagian besar para pemuda.
Sehingga Pada akhir Januari 2011 rakyat Mesir menuntut Presiden yang sekarang Berkuasa Hosni Mubarak untuk meletakan jabatannya. Hingga 18 hari aksi demonstrasi besar-besaran menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur, akhirnya pada tanggal 11 Februari 2011 Hosni Mubarak resmi mengundurkan diri. Pengunduran diri Hosni Mubarak ini disambut baik oleh rakyatnya, dan disambut baik oleh dunia Internasional.
Pada intinya sama dengan Indonesia yaitu ada kepala negara, namun di Mesir juga ada perdana menteri tapi kebijakan lebih banyak dilakukan oleh kepala negara ketimbang perdana menteri, yang memiliki kekuasaan penuh adalah presiden. Pemilihan presiden yang baru saja di laksanakan adalah bentuk dari demokrasi yang sudah diterapkan di Mesir setelah pemimpin otoriter yang penuh dengan kejahatan-kejahatan politik terhadap lawan politiknya seperti penculikan, pencengkraman, ketidak bebasan dan lain lain. Hal ini sebagai pemicu marahnya rakyat Mesir, belum lagi masalah ekonomi yang melanda Mesir dalam waktu yang lama dalam kepemimpinan Hosni Mubarak yang dalam kepemimpinanya ternyata tidak mampu menyelesaikan hal yang bersifat sederhana seperti kesejahteraan sosial dan ekonomi.    
Perubahan sosial, politik dan ekonomi di Mesir begitu cepat, dilihat dari cara pandang masyarakat Mesir secara umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, dari segi kesadaran berpolitik rakyat Mesir yang saat ini mulai tergugah kembali. Kedua, corak sosial masyakat mulai terjadi perubahan. Hal ini sebuah pengaruh dari terjadinya revolusi 25 Januari yang lalu. Tidak hanya pada masalah sistem negara, perbincangan masyakat juga mengarah pada faktor ekonomi, 80,4 % yakin bahwa ekonomi Mesir akan membaik. Sebaliknya, 6,3 % menyatakan, sektor perekonomian dalam aliran pendapatan dan pengeluaran di Mesir akan memburuk. Selebihnya, 13,3 % memprediksikan ekonomi Mesir akan stagnan.

KESIMPULAN
Kesimpulannya Muhammad Husni Sayid Mubarak selama ia berkuasa,  masyarakat yang tidak begitu puas dengan kepemimpinan Mubarak,  karena membatasi hak mereka   dan juga karna rakus akan jabatan dan kekuasaan sama seperti president kita pak soeharto. Oleh karena itu, kasus yang terjadi di Mesir,  kudeta yang dilakukan oleh rezim militer terhadap Hosni Mubarak, sebab di dalam rezim otoriter pergantian pimpinan pada rezim ini lebih mungkin terjadi melalui kudeta. Salah satu kesalahan Hosni Mubarak, yaitu hanya membangun dan memperkuat militer untuk mempertahankan kekuasaannya, tanpa kemudian membangun sistem partai. tapi disisi lain banyak juga  masyarakat Mesir sudah banyak mengalami perubahan, baik dalam segi militer dan juga ekonomi

REFERENSI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

handapeunpost